Darurat Wahabi Ngabul |
Oleh M Abdullah Badri
YA, memang darurat. Selain darurat narkoba, Desa Ngabul, Tahunan, Jepara, juga darurat kelompok wahabi. Ngurus satu orang membandel saja, petinggi Ngabul terpilih 22 November 2018 masih gamang, antara harus mengganti timsesnya yang cenderung memihak sana, atau harus mengikuti kehendak warga, yang sudah mengumpulkan tandatangan menolak.
Pada 16 Januari 2019 lalu, puluhan warga Ngabul membubuhkan tanda tangan “Penolakan Warga Ngabul atas Kajian Ekslusif Pemicu Konflik” yang digelar pendatang bernama H. Much Nasir bersama kelompoknya Mu’an di Rumah Joglo —yang berdiri di tanah calon Yayasan Madinatul Islam, namun ditolak warga pada 3 Desember 2016 (Baca buku saya “Meneguhkan Jepara Bumi Aswaja”, hlm: 112).
Sayangnya, tandatangan warga penolakan warga Ngabul atas kajian pemicu konflik tersebut hilang cetakan aslinya di tangan Solehan, petinggi Ngabul terpilih. Banyak yang menyayangkan, seolah petinggi Ngabul tidak memiliki keberanian menghadapi kelompok pemicu konflik di Ngabul.
YA, memang darurat. Selain darurat narkoba, Desa Ngabul, Tahunan, Jepara, juga darurat kelompok wahabi. Ngurus satu orang membandel saja, petinggi Ngabul terpilih 22 November 2018 masih gamang, antara harus mengganti timsesnya yang cenderung memihak sana, atau harus mengikuti kehendak warga, yang sudah mengumpulkan tandatangan menolak.
Pada 16 Januari 2019 lalu, puluhan warga Ngabul membubuhkan tanda tangan “Penolakan Warga Ngabul atas Kajian Ekslusif Pemicu Konflik” yang digelar pendatang bernama H. Much Nasir bersama kelompoknya Mu’an di Rumah Joglo —yang berdiri di tanah calon Yayasan Madinatul Islam, namun ditolak warga pada 3 Desember 2016 (Baca buku saya “Meneguhkan Jepara Bumi Aswaja”, hlm: 112).
Sayangnya, tandatangan warga penolakan warga Ngabul atas kajian pemicu konflik tersebut hilang cetakan aslinya di tangan Solehan, petinggi Ngabul terpilih. Banyak yang menyayangkan, seolah petinggi Ngabul tidak memiliki keberanian menghadapi kelompok pemicu konflik di Ngabul.
SURAT PENOLAKAN WAHABI NGABUL
Surat penolakan warga Ngabul (1) |
Surat penolakan warga Ngabul (2) |
Surat penolakan warga Ngabul (3) |
Walhasil, karena petinggi tidak bergerak cepat, mereka kembali menggelar pengajian eksklusif di Rumah Joglo Rt. 05 Rw. 03, dan ketika ada warga Ngabul yang mengikuti pengajiannya, dituduh “menyusup”. Ini pengajian apa pelatihan membuat bom sih kok sampai segitunya cara menuduh?
Pihak Nasir juga menghembuskan kabar tidak enak untuk memecah belah warga Ngabul. Dia berujar pernah memberi sejumlah uang jutaan kepada dongkol petinggi Ngabul, H. Ahmadun, untuk memuluskan ijin berdirinya yayasan. Dongkol petinggi sudah klarifikasi, kalau tidak pernah menerima sejumlah uang dari Nasir dkk. Riwayat berita ini musalsal dan bersanad.
Secara politik, hembusan kabar Nasir bisa mengarah memecah belah warga hanya untuk memecah belah, bukan klarifikasi dan mencari solusi. Ia tidak ingat kalau pihaknya pernah mengirim surat kepada saya, yang menurut saya bernada ancaman. Pihaknya juga pernah membuat Polres marah besar karena mengirim surat tidak sopan terkait yayasan wahabinya yang gagal berdiri 2016 lalu.
Mungkin kelompok Nasir bagian dari manusia yang merasa kebal hukum sehingga lupa bahwa pihaknya pernah ada pemalsuan surat negara terkait dirinya dan kelompoknya. Bukti ada, dan masih tersimpan rapi.
Kalau problem-problem yang saya utarakan di atas tidak segera mendapatkan penanganan, Ngabul benar-benar darurat konflik urat syaraf yang bisa berujung horizontal.
Jika petinggi masih mengandalkan dukunisasi dan semua bukti penolakan warga “lenyap” darinya, dia harus kembali kepada janji saat kampanye, tentang jargonnya, dan asal usulnya. Masak hanya karena Nasir mendukung dia jadi petinggi, ribuan warga Ngabul dan puluhan yang bertandatangan menolak “orang baru” itu, ditampik Solehan?
Tulisan tentang Ngabul akan berlanjut sampai Rabu atau Kamis. Tunggu saja. Baca: Petinggi Ngabul Dapat Dukungan Wahabi? [badriologi.com]
Pihak Nasir juga menghembuskan kabar tidak enak untuk memecah belah warga Ngabul. Dia berujar pernah memberi sejumlah uang jutaan kepada dongkol petinggi Ngabul, H. Ahmadun, untuk memuluskan ijin berdirinya yayasan. Dongkol petinggi sudah klarifikasi, kalau tidak pernah menerima sejumlah uang dari Nasir dkk. Riwayat berita ini musalsal dan bersanad.
Secara politik, hembusan kabar Nasir bisa mengarah memecah belah warga hanya untuk memecah belah, bukan klarifikasi dan mencari solusi. Ia tidak ingat kalau pihaknya pernah mengirim surat kepada saya, yang menurut saya bernada ancaman. Pihaknya juga pernah membuat Polres marah besar karena mengirim surat tidak sopan terkait yayasan wahabinya yang gagal berdiri 2016 lalu.
Mungkin kelompok Nasir bagian dari manusia yang merasa kebal hukum sehingga lupa bahwa pihaknya pernah ada pemalsuan surat negara terkait dirinya dan kelompoknya. Bukti ada, dan masih tersimpan rapi.
Kalau problem-problem yang saya utarakan di atas tidak segera mendapatkan penanganan, Ngabul benar-benar darurat konflik urat syaraf yang bisa berujung horizontal.
Jika petinggi masih mengandalkan dukunisasi dan semua bukti penolakan warga “lenyap” darinya, dia harus kembali kepada janji saat kampanye, tentang jargonnya, dan asal usulnya. Masak hanya karena Nasir mendukung dia jadi petinggi, ribuan warga Ngabul dan puluhan yang bertandatangan menolak “orang baru” itu, ditampik Solehan?
Tulisan tentang Ngabul akan berlanjut sampai Rabu atau Kamis. Tunggu saja. Baca: Petinggi Ngabul Dapat Dukungan Wahabi? [badriologi.com]