Ilustrasi ndawir tradisi orang fakir. Foto: istimewa. |
Oleh M. Abdullah Badri
NDAWIR adalah muter-muter njaluk-njaluk. Ngemis termasuk ndawir. "Aku weki rokok elek-elekan sih mas", "motormu kok apik, tak jaluk yo". Kalimat ini pernah saya dengar langsung dari mereka yang suka ndawir. Apapun alasannya, ndawir tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw.
Suatu kali, Rasulullah Saw pernah mengajak baiat kepada beberapa orang sahabatnya secara tiba-tiba. "Kamu mau baiat kepada Rasul tidak?" Kata Nabi Saw. "Bukankah kami sudah baiat, ya Rasul?"
Rasulullah Saw kembali mengulang pertanyaan, dan mereka pun mengikuti janji, yang tanpa pemberitahuan apa sumpahnya. Isi baiat mereka dengan Rasulullah Saw kala itu adalah: menyembah Allah, tidak musyrik, mengerjakan shalat lima waktu, taat, dan sambil melirihkan suara, Rasulullah Saw menambah kalimat baiat: janganlah meminta-minta kepada manusia! (ولا تسألوا الناس شيئًا).
Salah satu satu sahabat Nabi Saw yang ikut baiat waktu itu langsung lunglai. Tongkat yang awalnya dipegang, lemes terlepas, dan segera turun dari kendaraan. Betapa berat dia harus mengikuti janji istighna' (semugih) dari makhluk, dan harus pasrah kepada Allah Swt.
Kisah hadits riwayat Muslim di atas adalah tamsil bahwa tama' (berharap) kepada manusia adalah kefakiran, sebagaimana dikatakan oleh Sayyidina Umar ra. Diam tak butuh makhluk, bagi Umar, adalah kekayaan sesungguhnya.
Mengikuti qaul Sayyidina Umar di atas, tradisi muter-muter jaluk ke rumah orang-orang, kaji-kaji, apapun alasannya, bila hal ini dibarengi tama' berharap pemberian adalah bagian dari kefakiran yang diancam bakal ludes daging di hari kiamat, sama dengan pengemis.
Semua orang tahu, orang berilmu memiliki sifat istighna' irsyad dari orang lain. Dengan ilmunya, orang butuh dia. Dia kaya dengan ilmu. Orang-orang butuh ilmunya. Tapi, begitu dia tama', derajat pewaris nabi darinya makin luntur. Kok dia ndawir, jaluk-jaluk, seketika, tangannya terikat tunduk selain kepada ilmu.
Karena itulah, jaluk-jaluk mewariskan sifat haqir (hina) di hadapan manusia. Saya teringat kisah seorang lelaki yang meminta ijazah amalan kepada Rasulullah Saw agar dia dicintai Allah dan manusia. Jawaban beliau Saw,
ازهد في الدنيا يحبَّك الله، وازهد فيما في أيدي الناس يحبَّك الناس
Terjemah bebas: "Zuhud dunyo, Allah seneng. Gak seneng dunyane menungso, wong liyo nyenengi kuwe".
Jawaban Kanjeng Nabi di atas adalah irsyad (petunjuk) yang sangat rasional. Umumnya, manusia itu menyukai apapun yang dimiliki. Begitu ada yang memintanya tanpa sebab, dia nggrundel walaupun dari belakang. Apalagi yang diminta adalah istri atau anaknya. Gelut, nda!
Meminta tolong (isti'anah) berbeda dari mentradisikan meminta-minta (su'al). Tradisi terjadi berulang-ulang. Bisa mingguan, bulanan atau lainnya. Kalau meminta tolong, landasannya adalah kebutuhan mendesak (al-hajat), dan tidak berulang.
Memberi pertolongan kepada peminta tolong, jelas pahala. Tapi, welcome kepada yang mentradisikan ndawir, sama dengan setuju kepada golongan yang tidak mempercayai Allah Al-Malik dan Al-Ghaniy (Maha Kaya).
Wis jaluk-jaluk, iseh nuntut dihormati, sing aweh berarti ghoiru aqil (ora nduwe utek). [badriologi.com]
Keterangan:
Tulisan ini adalah catatan bahan ngaji rutin Kitab Al-Maqshadul Asna fi Syarhi Ma'ani Asma'illah Al-Husna karya Imam Ghazali, sesi Asma Allah "Al-Malik", habis Isya', 25 September 2024, di Mushalla Al-Firdaus, Ngabul, Tahunan, Jepara.