![]() |
Makam Syaikh Abdul Jalil Mantingan, Jepara. |
Oleh M. Abdullah Badri
DIA bukan Siti Jenar. Nama kecilnya adalah Abdul Jalil bin Hasan Ali bin Hasyim Rais. Dia keturunan Turki, pernah mukim di Aceh dan saat di Jepara, dia digelari Sunan Jepara. Dimakamkan di Mantingan, Tahunan, Jepara. Sekompleks dengan makam Sultan Hadlirin.
Di usia 9 tahun, Jalil muda diajak hijrah ayahnya Hasan Ali ke Aceh. Mulai di Aceh inilah, Abdul Jalil menekuni syariat fiqih, tidak melulu tertarik wihdatul wujud dari Kitab Insan Kamil Al-Jili. Menurut ayahnya, fiqih berguna untuk menata hidup manusia.
Setelah haji keduanya, pada usia 12 tahun, Abdul Jalil hijrah ke Demak Bintoro, sekutu Aceh kala itu. Kepiawaiannya dalam bidang fiqih menjadikan Demak mempercayainya sebagai mufti yang kemudian diutus mendampingi Nyai Ratu Kalinyamat di Jepara pada usia 19an tahun.
Ditempatkan di Astana Mantingan, Syaikh Abdul Jalil menata hukum kriminologi serta hukum-hukum fiqih ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh di Jepara. Kala itu, umat Islam belum mengetahui tatacara zakat. Bila zakat, mereka hanya barter telo dengan gedang, tanpa mengetahui takarannya dan tidak ada standar makanan pokok, laiknya bagi-bagi sembako PKH.
Syaikh Jalil menata cara zakat yang benar, mengajari tentang asnaf (golongan penerima zakat), kategori qutul balad (makanan pokok yang dibagi) dan mengukurnya dengan alat yang saat itu disebut Pakiran (berbahan batu).
Begitu pula ketika prajurit menghukum pencuri. Tanpa pengadilan, prajurit menghukum pencuri dengan telorong tombak atau diuncali keris hingga mati. Syaikh Jalil menata fiqih jinayat ini dengan baik di Astana Mantingan.
Lama-lama, dia dikenal sebagai Sunan. Dikenal pula sebagai Kiai Mojo karena saat dia mengajar, muridnya muter bunder seperti buah mojo. Di luar Jawa, dia mendapatkan julukan Raje Jawe (Raja Jawa).
Selama di Jepara, dia memiliki menantu bernama Raden Said Kalijaga, yang saat itu masih sebagai Lokajaya. Salah satu tempat persembunyiannya ada di Desa Somosari (Batealit) dan Kedungleper (Bangsri). Raden Said dinikahkan dengan putri Syaikh Abdul Jalil bernama Sayyidah Zainab.
Kiai Amir Hasyim (Mantingan), suami Nyi Juminah (saudagar), pernah menjadi asisten Syaikh Abdul Jalil saat membimbing para murid di Astana Mantingan. Kiai Laduni kadang juga menemani Syaikh Jalil saat prajurit Jepara perang ke Bangkok maupun Malaka.
Kisah agak lengkap sudah saya tulis dalam Buku "Jejak dan Kisah Wali di Jepara". Ini hanya ringkasan. Selanjutnya adalah kisah Kiai Amir Hasyim-Juminah, Mantingan. Kamis depan. [badriologi.com]