![]() |
Makam Kiai Amir Hasyim-Juminah, di Mantingan, Jepara. Foto: dok. pribadi. |
Oleh M. Abdullah Badri
YANG dikubur di makam Mbah Juminah, Mantingan, Jepara adalah suami Nyi Juminah binti Ruslan asal Desa Tlare. Namanya Kiai Amir Hasyim bin Umar Hasyim, asal Tlare juga. Kiai Amir Hasyim adalah murid Syaikh Abdul Jalil Mantingan. Dia menikah dengan Nyi Juminah saat usianya 19 tahun.
Tubuh Nyi Juminah makmur dan tambun, beda dengan wanita pada umumnya di zaman itu. Maklum, dia adalah saudagar kaya raya yang dipercaya Nyai Ratu Kalinyamat mengirim mengirim beras, jagung, ikan dan lainnya ke Aceh. Bahkan berbisnis properti juga.
Kiai Amir Hasyim berperan sebagai pemborong (developer). Salah seorang prajurit Kalinyamat yang pernah dibuatkan rumah oleh Kiai Amir adalah Mbah Ngarsepen dan menantunya, Sartali. Cukup dengan uang tiga iket, rumah kayu sederhana siap dibuat.
Sebagai saudagar, nama Nyi Juminah lebih berpengaruh di kalangan pebisnis saat itu daripada nama Kiai Amir Hasyim, yang lebih dikenal sebagai kiai-ulama'. Nyi Juminah dikenal dermawan. Tiap pekan, dia membagikan sandang pangan kepada masyarakat miskin.
Suatu kali, Nyi Juminah mendapatkan perintah untuk menjadi juru masak prajurit yang perang ke Malaka. Dia bertugas memasak lodeh untuk 300an pasukan di kapal. Sebagai suami, Kiai Amir menyertai. Saat itu, adik Kiai Amir bernama Rekso Dono ikut menjadi pasukan pemanah.
Namun, sebelum sampai mendarat di Malaka, kapal diserang Portugis. Pinggang Kiai Amir Hasyim terkena bedil, namun tidak mempan. Sayangnya, pelurunya justru terpental (mbendal) hingga mengenai Nyi Juminah, istrinya. Nyi Juminah wafat di usia 32 tahun.
Pasca wafatnya Nyi Juminah, di Jepara, Kiai Amir Hasyim ditugaskan sebagai punggawa Astana Mantingan. Dibantu Kang Sulidi, atas perintah Syaikh Abdul Jalil, Kiai Amir mendirikan rumah sekaligus aula untuk para santri yang rata-rata prajurit Kalinyamat.
Biaya membangun aula pondok Astana Mantingan diambilkan dari harta Nyi Juminah. Ketika dipanggil Ratu menghadap, nama Kiai Amir disebut dengan nama Nyi Juminah. Anak-anak yang belajar pun, ketika berangkat ngaji, dan ditanya, "mau kemana?", jawaban mereka sama: ke Mbah Juminah.
Penyebutan nama Nyi Juminah untuk Kiai Amir Hasyim tiada lain demi mengenang jasa besar Nyi Juminah yang syahidah di medan perang di Malaka. Dikenallah Kiai Amir Hasyim sebagai Mbah Juminah, hingga wafat pun, dia masih dikenal sebagai Mbah Juminah.
Kiai Amir Hasyim Juminah yang menyukai makanan Grontol itu wafat di usia 67 tahun pada bulan Windu (mungkin Ruwah) di musim pegebluk, sesaat setelah kerabatnya, Kiai Laduni, wafat. Wallahu a'lam. [badriologi.com]