Ilustrasi Kiai Rohimun menikahkan mantan istri. Foto: istimewa. |
Oleh M. Abdullah Badri
TIDAK banyak yang mengenal nama Kiai Rohimun, Pingit, Pringsurat, Temanggung, Jawa Tengah. Di internet, kisah biografi beliau juga belum terdokumentasikan. Tapi, masyarakat sekitar mengenal beliau sebagai pendiri Pondok Pesantren Darul Aman dan salah satu ulama' yang babat alas di wilayah itu.
Kiai Rohimun itu salah satu ulama' yang dikenal teguh pendirian (teteg ati). Kata-katanya selalu dipegang sebagai ajaran yang diterapkan kepada siapapun tanpa pilih kasih. Bila beliau meyakini kalau mati adalah haq dan pasti datang, Kiai Rohimun harus menerapkan risiko tidak takut kehilangan nyawa dalam kondisi apapun.
Baca: Kisah Kiai Ibrahim Magelang yang Ngaku Membunuh
Wajarnya, orang memang sudah meyakini akan pastinya kematian yang datang. Tapi, begitu melihat kuburan atau toko kain kafan, bulu kudunya merinding dan cenderung menghindar membahas kematian. Mbah Kiai Rohimun tidak demikian. Kematian adalah pasti, dan karena itu, beliau menerima lapang hati bila istrinya mendahului.
Diceritakan, suatu malam, Kiai Rohimun melihat istri sedang memotong kain putih. Lamat diperhatikan, ternyata si istri sedang menyiapkan kain mori putih, menggunting, menyobek-nyobek seukuran tubuhnya. "Oh, istriku besok berarti akan wafat," gumamnya, tanpa menangis, meminta wasiat ataupun warisan, laiknya suami yang melihat istrinya akan meninggal karena sakit.
Pagi hari, tidur sang istri tidak lagi bertemu nglilir. Pak Modin jelas merasa terbantu dengan sobekan kain kafan yang sudah disiapkan pada malam harinya, saat masih berstatus calon mayit. Kiai Rohimun menerima dengan penuh tawakkal. Teteg ati.
Menikahkan Putri
Salah satu putri beliau dinikahkan dengan seorang tukang batu yang sedang nguli di pondok. Ceritanya menarik dan di luar tradisi kiai pesantren. Di tengah sibuk menata batu bata, Kiai Rohimun bertanya kepada pria muda itu, "wis nikah durung, kang?"
"Dereng, kiai," jawabnya.
"Tak nikahno, gelem?"
"Njih, purun".
"Muduno, melu aku".
Turunlah pria tukang batu tersebut dari tangga kerjanya. Ia tidak tahu akan dibawa kemana. Tapi Kiai Rohimun terlihat mengajaknya ke ruang dalam rumah. Di sinilah kiai menwari pria itu untuk menikah dengan putrinya. Betapa kaget. Di benaknya, ia tidak merasa pantas menerima tawaran menikah dengan putri seorang ulama'. Tapi, ia tidak bisa menolak.
Akad nikah pun seketika langsung diselenggarakan. Saya tidak tahu apa mas kawinnya kala itu. Kisah yang saya terima, resepsinya sangat sederhana: di sebuah warung makan desa. Siapa yang diundang? Ya para tukang batu yang sedang ikut nguli di sana, ditambah para tetangga dekat.
Baca: Kiai Rahmat Magelang, Lumpuh Tanpa Hadats Puluhan Tahun
Alangkah beruntung. Tanpa direncanakan, menantu Kiai Rohimun menikah tanpa neko-neko menarik sumbangan "Liga Sukun" seperti sekarang. Saya hanya meyakini, pilihan Kiai Rohimun atas menantunya itu berdasarkan kualitas hati calon menantunya yang bening. Buktinya, cucu beliau dari menantu inilah yang meneruskan perjuangan beliau di pesantren, yang juga dikenal ahli tirakat dan biasa bermusafir.
Menikahkan Kang Santri
Diceritakan, Kiai Rohimun memiliki karakter rahmah (kasih) seperti para sahabat anshor Rasulullah Saw. yang bahkan rela menceraikan istrinya dan memberikan hadiah tanah kepada sahabat muhajirin.
Kiai Rohimun pernah dua kali menceraikan istrinya untuk dinikahkan dengan kang santri. Kok bisa? Ceritanya begini. Sepeninggal istri beliau, Kiai Rohimun memiliki istri lagi yang umurnya jauh di bawah beliau. Usia istri mudanya hampir setara dengan santriwati di pesantren beliau.
Sikap menceraikan istri mudanya itu bukan tanpa alasan. Kiai Rohimun mengetahui, ada santri putranya yang tertarik istri beliau. Wajarnya, menaksir istri kiai adalah su'ul adab bagi kalangan santri. Sah saja bila dimarahi. Tapi, karena Kiai Rohimun memiliki sifat rahmah seperti sahabat Rasulullah, ia ikhlash menceraikan istrinya untuk dinikahkan dengan pria idamannya, yang juga santri beliau.
Tidak hanya itu. Kiai Rohimun juga bersedia menyiapkan upacara pernikahan keduanya. Jadi, beliau mengawal proses pernikahan "sang mantan" hingga finish dan penuh berkah. Kalau bukan orang yang teteg ati (teguh), hal itu tidak akan terjadi. Akhlak mana yang ditiru beliau kalau bukan berasal dari para sahabat Nabi? [badriologi.com]
Keterangan:
Penjelasan dan Hikayat dalam esai ini sepenuhnya bersumber dari Habib Shadiq Maula Aydid (asli Magelang), yang mengisahkan langsung kepada penulis pada Kamis siang, 23 September 2021. Selesai ditulis pada hari yang sama pukul 23:36 WIB. Sudah dimuat di Facebook pribadi pada 23 September 2021.