![]() |
Bagian-bagian syair Arab. |
Oleh M. Abdullah Badri
MEMBUAT syair Arab itu gampang-gampang susah. Harus mengikuti kaidah baku Ilmu Arudl yang telah dirumuskan oleh para ahlinya. Karena ia adalah warisan tradisi Arab yang menyejarah. Tidak bisa membuat aturan Ilmu Arudl sendiri meskipun Anda orang Arab.
Karena itulah, para santri yang puluhan tahun mondok jarang yang meminati Arudl. Selain sulit, penyair harus cakap Ilmu Lughoh, Nahwu, Shorof, Badi', Maa'ni, Bayan, Mantiq, bahkan Tafsir, Sejarah, Siroh maupun lainnya. Ribet.
Meski menguasai semua ilmu pendukung Arudl, syair belum tentu dianggap berhasil bila isinya dikira kurang indah dan ber-nash. Karena syair Arab itu ada yang imajinatif dan juga non imajinatif. Perangkatnya dikuasai, maknanya pun harus mengena. Repot. Jadilah Arudl sebagai ilmu langka bahkan di kalangan santri tradisional sekalipun.
Bila tidak menguasai kaidahnya, penyair pemula bakal terjebak nggampangke. Misalnya dalam Bahar Basith. Aturan yang berlaku, dhorob (taf'ilat akhir baris kedua syair) dari Bahar Basith yang Tam (sempurna 4 taf'ilat), tidak boleh berwazan فَاعِلَانْ, kecuali yang majzu' (dibuang 1 taf'ilat akhir masing-masing bait).
Bagi yang tidak tahu, dia ya sangger gawe aturan dewe boleh pakai wazan فَاعِلَانْ di Bahar Basith Tam. Bahkan ada yang berpolah sama untuk Bahar Rojaz. Padahal, di Rozaj tidak dikenal wazan فَاعِلَانْ, baik Tam maupun Majzu'. Lha kok dipakai?
Di Bahar Basith, arudl (taf'ilat akhir baris pertama bait) selamanya berwazan فَعِلُنْ meskin kunci awalnya berwazan فَاعِلُن (pakai alif). Tapi, bagi yang tidak meneliti Burdah Al-Bushiri (yang pakai Basith), dia tetap saja menggunakan wazan فاعلن di semua baitnya. Ini sudah dianggap syadz (menyimpang).
Itu baru dari segi wazan. Dalam segi harakat pun, banyak penyair Arab di Indonesia yang sak mboh ngawure. Atas nama darurat syair, dia sangger (sembarangan) mensukun huruf. Padahal, syarat darurat dengan mensukun huruf itu harus pada kata yang mafhumah, sudah dipahami secara umum.
Jika tidak mafhumah, maka, me-nyukun huruf atau menghidupkan huruf mati di tengah syair Arab, terlarang. Dan itu akan mengganggu pembaca yang berbahasa Arab juga. Harusnya, sebelum dipublish, coba ditaqthi' (dipotong) dulu syairnya. Jika digunduli kok tidak memahamkan Anda, ya jangan sangger disukun hurufnya.
Kesalahan-kesalahan kaidah Arudl ini bahkan dialami oleh para kiai dan guru pengajar Arudl di Indonesia. Ya Allah. Karena itulah, saya sampai keroyo-royo menyusun diagram taf'ilat bahar di Arudl selama dua malam, dari buku berjudul "Mizanudz Dzahab".
![]() |
Diagram Taf'ilat Bahar dalam Ilmu Arudl - 01. |
![]() |
Diagram Taf'ilat Bahar dalam Ilmu Arudl - 02 |
![]() |
Diagram Taf'ilat Bahar dalam Ilmu Arudl - 03 |
![]() |
Diagram Taf'ilat Bahar dalam Ilmu Arudl - 04 |
Pada diagram di postingan di atas, saya lengkapi mana taf'ilat yang boleh dipakai, dan mana yang tidak dipakai. Lengkap untuk 16 bahar Syair Arab. Rencananya, diagram itu saya sertakan dalam buku saya khusus Arudl yang sementara ini saya namai "Nailun Nuhudl fi Ilmil Arudl".
Semoga bermanfaat. [badriologi.com]