![]() |
Bunyi teks syair Bahar Rojaz. |
Oleh M. Abdullah Badri
SUATU kali, saya mendengar ada kiai pengasuh pesantren yang karena ingin menjadi ketua, dia rela menghinakan diri dengan membawa sandal penguasa. Tujuannya agar dia mendapatkan persetujuan sebagai ketua majelis, dari tanda-tangannya. Meski dia akhirnya mendapatkan apa yang diinginkan, hakikatnya, dia adalah budak.
Saya menyiratkan hal itu dalam sebuah syair Bahar Rojaz, yang insyaAllah kelak saya satukan jadi buku berjudul Sururun Nasho'ih (Saran-Saran Membahagiakan), berikut ini:
مَنْ مَدَّ لِلْـخَـلْقِ وَلَمْ يَقْنَعْ وَغَـرْ :: رَتْهُ الْأَمَانِي فَهْوَ عَبْدٌ لَا سَتَرْ
"Barangsiapa membentangkan (tangannya/ambisinya) kepada makhluk dan tidak merasa cukup (dengan apa yang ada), lalu angan-angan memperdayanya, maka ia adalah hamba (yang hina), tiada kehormatan dan tiada pelindung".
Syair tersebut terinspirasi dari Kitab Al-Maqshadul Asna karya Imam Ghazali. Beliau mengatakan:
والملك الحقيقي إنما هو في الخلاص من ذل الحاجة وقهر الشهوة ووصمة الجهل. فمن رفع الحجاب عن قلبه حتى شاهد جمال حضرته ورزقه القناعة حتى استغنى بها عن خلقه وأمده بالقوة والتأييد حتى استولى بها عن صفات نفسه فقد أعزه وأتاه الملك عاجلا
"Kingdom sejati sesungguhnya terdapat dalam bebasnya diri dari kehinaan akan kebutuhan, penaklukan hawa nafsu, dan noda kebodohan. Barangsiapa menyingkapkan hijab dari hatinya sehingga menyaksikan keindahan kehadiran-Nya, diberi kecukupan hati sehingga ia merasa tidak memerlukan makhluk, dan dipenuhi dengan kekuatan serta pertolongan sehingga dengan itu ia menaklukkan sifat-sifat dirinya — maka Allah telah memuliakannya dan memberinya kerajaan segera (di dunia)". (Kitab Al-Maqshadul Asna, hlm. 89).
Dalam syair, ada tiga penyebab orang menjadi budak makhluk.
1. Berlebihan menuntut kebutuhan kepada makhluk (مَنْ مَدَّ لِلْخَلْقِ). Sehingga dia terbelenggu dengan sifat rakus. Bila tidak dituruti, dia terus meminta, merengek, rewel dan memaksa kepada sesamanya. Sampe gawe ewoh.
2. Tidak memiliki sikap qona'ah (وَلَمْ يَقْنَعْ). Inilah yang menyebabkan si hina menjadi rakus. Padahal, bila dia menerima apa yang sudah diterima, hatinya akan dikayakan oleh Allah Swt. Dalam riwayat Bukhari-Muslim, Rasulullah Saw bersabda:
ليس الغنى عن كثرة العرض، ولكن غنى النفس
"Kekayaan sejati bukan banyaknya harta, melainkan kekayaan jiwa (kecukupan hati)".
Munculnya sikap مَدَّ لِلْخَلْقِ (mengulurkan harap kepada makhluk) dan لَمْ يَقْنَعْ (tidak merasa cukup) itu karena...
3. Dia terbujuk oleh keinginan (غَرَّتْهُ الأَمَانِي). Karena tertipu keinginan, misalnya ingin menjadi ketua, dia menjadi budak kondisi dan kehilangan kehormatan -sebagai ahli ilmu agama. Para mufassir menyebut hal ini sebagai kondisi maghrur (tertipu).
Jika sudah demikian, maka dia tidak memiliki pelindung tunggal kecuali kepada makhluk. Saya membahasakan dalam syair sebagai عَبْدٌ لَا سَتَرْ (hamba tanpa pelindung/tanpa penutup kehormatan). Kelihatannya terhormat di mata manusia, tapi, sejatinya dia adalah budak atas keinginannya sendiri.
Karena itulah, Imam Ghazali menegaskan bahwa pemilik kingdom sejati di dunia adalah mereka yang tidak menghamba kepada makhluk atas kebutuhannya, bisa menaklukkan hawa nafsunya dan tercegah dari kebodohan (mau ngaji). Wong pinter akal lan atine kuwi bebas merdeka!
Merdekalah dengan pintar ngempet (tidak mengumbar) keinginan, tetap qona'ah dan tetap mau ngaji biar bisa terbebas dari ghurur (ketertipuan) angan-angan yang tiada habis. Sitik-sitik wadul, sitik-sitik jaluk lan ndawir, kau budak! [badriologi.com]