Orangtua yang Berbuat Durhaka Kepada Anak dan Menantunya -->
Cari Judul Esai

Advertisement

Orangtua yang Berbuat Durhaka Kepada Anak dan Menantunya

M Abdullah Badri
Selasa, 18 November 2025
Flashdisk Ebook Islami

Jual Kacamata Minus
orangtua yang berbuat durhaka kepada menantunya
Syair agar orangtua tidak berbuat durhaka kepada anak dan menantunya.


Oleh M. Abdullah Badri


KADANGKALI, karena faktor ketidaksukaan, ada seorang ayah atau ibu yang menjelekkan anak-anaknya atau menantunya di belakang mereka. Di hadapan objek (anak atau menantu yang tidak disukai) dia bisa bersikap manis rupa dan tutur, tapi di hadapan saudara lainnya, sedulur lainnya, bahkan tetangga dan kerabat, lisannya seperti pedang, yang membunuh karakter serta menyulut api permusuhan.


Yang paling sering menjadi objek lambe turah orangtua adalah menantu. Di hadapan si menantu, aktingnya luar biasa aduhai asyik. Tapi di belakangnya, lisannya menghardik, menghina dan menjatuhkan. Sehingga, orang-orang yang dulunya semanak (hangat dan mudah akrab) dengan si menantu, langsung berbalik menjauh, bahkan memusuhinya, tak lagi mau menyapanya. 


Dia tidak sadar, bahwa menyakiti sang menantu sama saja menyakiti suaminya, anaknya. Menghina menantu, kelasnya sama dengan menghina anaknya sendiri. Walaupun ayah bisa melakukan namimah, sepengetahuan saya, pihak orangtua yang sering memindahkan omongan jelek tentang menantunya ke anak kandungnya yang lain adalah ibu. Karena itulah, saya katakan dalam Bahar Rojaz:  


فَــوَالِــدٌ بَيْنَ الْبَنِيْن مُـنْتَصِفْ :: لَيْسَ بِـمُـوْقِدِ الْـخُصُوْمِ فَانْتَصِفْ

"Seorang ayah yang adil di tengah anak-anaknya adalah ayah yang tidak menyalakan api permusuhan. Maka berlaku adillah engkau".


لَا تُنْقِلِ الْأُمُّ كَلَامَ الْوَلَدِ :: لِأَخَرٍ عِنْدَ الْخِصَامِ الْأَبَدِ

"Seorang ibu tidak sepatutnya memindahkan ucapan seorang anak kepada anak lainnya, terutama ketika terjadi perselisihan yang terus-menerus".


SYARAH NADHOM

Berbuat adil di lingkungan manapun adalah kewajiban syariat. Termasuk di dalamnya adalah berbuat adil di lingkungan terkecil keluarga. Rasulullah Saw bersabda: 


اتقوا الله واعدلوا بين أولادكم


Terjemah:

"Takutlah kepada Allah dan bersikaplah adil terhadap anak-anakmu". (HR. Bukhari-Muslim). 


Bila memiliki banyak anak, berbuatlah adil dalam memberi antar mereka, dalam berbicara, dalam menunjukkan kasih sayang dan dalam bertindak. Hanya dengan keadilan lah, hasud antar mereka akan padam. Orangtua, terutama ayah, bila dia tidak berbuat adil antar anaknya, maka, saya mengibaratkannya sebagai penyulut api, yakni api hasud, api amarah dan api ketidaksukaan (مُـوْقِدُ الْـخُصُوْمِ). Imam Al-Ghazali mengatakan:


العدل أساس صلاح البيوت، والظلم أول بوابة الخراب


Terjemah:

"Keadilan merupakan pondasi rumah tangga yang kokoh, sedangkan ketidakadilan merupakan pintu gerbang pertama menuju kehancuran".


Dalam tasawuf, berlaku adil kepada anak adalah bentuk disiplin diri (تهذيب النفس), sebab, pada dasarnya, jiwa memiliki kecenderungan kuat kepada orang yang paling dicintai. Keadilan adalah cara terbaik mengatasi kecenderungan ini. 


Kata Imam Junaid, orang tidak akan mencapai kedudukan sebagai orang jujur bila dia belum bisa berlaku adil kepada anak-anaknya, termasuk kepada menantunya. Beliau mengatakan: 


السالك لا يبلغ مقام الصدق حتى يعدل بين أولاده في النظرة والقسمة


Terjemah:

"Seorang pencari (ridho Allah) tidak akan mencapai maqam kejujuran sebelum ia berlaku adil kepada anak-anaknya dalam perlakuan dan pembagian hartanya".


Dan bila sedang terjadi perselisihan yang penjang, orangtua, utamanya ibu, jangan memindahkan omongan anaknya ke anak yang lain. Ini namanya namimah (adu-adu) yang mudah menyulut api kedengkian, bukannya meredamkan. Imam Hasan Al-Bashri mengatakan:


الفتنة تبدأ بكلمة، والكلمة يحملها من لا يتثبت


Terjemah:

"Fitnah itu berawal dari sebuah kata, dan kata itu disebarkan oleh mereka yang tidak memverifikasi maknanya".


Cangkem elek orangtua melebihi pedang tajam bila digunakan untuk menyebarkan aib anaknya ke anaknya yang lain atau kepada orang lain. Cangkem elek tidak akan bisa mendamaikan perselisihan antar manusia (الإصلاح بين الناس). Padahal, itu adalah sebaik-baiknya amal ketika perselihan panjang antar anak atau menantu sedang terjadi. 


Orangtua, terutama ibu, boleh saja tidak menyukai menantunya dengan alasan apapun. Sepanjang tidak diungkapkan dalam bendahara kata yang menyakitkan, tidak akan menjadi dosa.


Ibu atau ayah, bila anaknya saling diam karena "perang dingin", harusnya menjadi penengah. Sudah seharusnya dia menjadi moderator yang baik, mendengar kedua belah pihak dan dikumpulkan dalam satu meja untuk mendamaikan dan mencari akar masalah yang diselisihkan. Jangan justru menjadi pendukung salah satu pihak dan menyalahkan pihak anak yang lain. 


Bila anak dan menantu saling mendiamkan, panggil mereka semua. Bila saling diam terjadi dan tidak segera diselesaikan orangtua, maka, anak akan semakin leluasa berbuat dhalim, bahkan cucu bisa menjadi korban kedengkian si paman atau bibi yang tidak menyukai ayah atau ibu mereka.


Jika anak saling diam lalu tidak saling menyapa dan mengunjungi, ibu atau ayah harus mencegahnya dengan cara memerintahkan mereka untuk silaturrahim. Bukan justru mendukung. Jika terus dibiarkan, maka, orangtua seolah ridlo atas terjadinya putus silaturrahim antar anak, dan ini termasuk dosa besar. Di sini, orangtua benar-benar menjadi kunci damai keluarga, anak dan menantu. Hanya ayah atau ibulah yang bisa mendamaikan. 


Menjaga Harga Diri Menantu 

Walaupun tindakan menantu jelas salah misalnya, sudah seharusnya, sebagai orangtua -utamanya ibu-, harus menghargai menantunya itu. Bukan menjadikan bahan kesalahan itu untuk namimah kepada orang lain yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan si menantu. Janganlah kebencian mendorong berbuat tidak adil dan dhalim dengan menghina. Allah Swt berfirman: 


وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا


Terjemah:

"Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil". (QS. Al-Ma'idah: 8). 


Pilihlah diam bila tidak mampu mengucapkan hal yang baik kepada menantu yang tidak kau sukai. Nabi Muhammmad Saw bersabda: 


مَن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرًا أو ليصمت


Terjemah:

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam". (HR. Bukhori-Muslim). 


Ingatlah, menjaga nama baik menantu sama dengan menjaga nama baik suaminya, anak si ibu. Jagalah hati anak dengan tidak menghina istrinya. Menyakiti menantu, sekali lagi, sama dengan menyakiti suaminya. 


Bila ada orangtua (ibu) tidak menyukai menantunya, hendaknya: 

1. Tetap mengunjunginya, tidak memutus silaturrahim padanya sebab karohiyah (faktor ketidaksukaan). Hal ini dilakukan untuk menjaga perasaan suaminya, anaknya sendiri.


2. Menghindari sikap membandingkan dengan wanita lain, apalagi dibandingkan dengan menantu yang lain. Ini akan menimbulkan kebencian dan memperlebar jurang permusuhan.


3. Tidak mencampuri urusan detail rumah tangga anak dan menantu, apalagi mencoba mengendalikan keputusan mereka. Ini bisa menjadi awal petaka rusaknya rumah tangga.


4. Menunjukkan rasa hormat kepada istri anaknya di muka umum, karena menghormati istri berarti menghormati anak dan menjaga martabat keluarga. Janganlah karena kebencian, istri anak difitnah di depan tetangga dan kerabat. 


5. Pujilah kebaikan menantu walaupun sedikit. Jangan membenci semua yang dia lakukan hanya karena satu kesalahan kecil. Nabi Saw bersabda: 


لا يفرَك مؤمنٌ مؤمنةً إن سخِطَ منْها خُلقًا رضِيَ منْها آخرَ


Terjemah:

"Seorang mukmin janganlah menggesek (membenci) wanita mukmin. Jika ia tidak senang dengan salah satu sifat wanita itu, maka ia akan senang dengan sifat wanita yang lain". (HR. Muslim). 


6. Tidak meninggikan suara atau menegur langsung jika terjadi perselisihan. Lembutlah dalam tutur kata, jika ibu benar-benar menghargai anaknya sendiri.


7. Menasehatinya secara diam-diam, bukan di depan umum, bila jelas-jelas melihat kesalahan sang menantu. Menasehati secara sembunyi dan jauh dari mempermalukan adalah tanda keikhlasan. 


8. Mencari persamaan dengan menantu perempuan lainnya, misalnya hobi, pelayanan keluarga dan mengasuh cucu. Membedakannya, berarti ada tanda ketidakadilan dan ketidaktulusan. 


9. Tidak merusak akhlak cucu dengan menghina martabat menantu di hadapan cucu langsung. Sikap kasar dan rasa tidak hormat ibu kepada menantu di depan cucu sangat merusak tabiat cucu. 


Motif Ketidakadilan

Imam Ghazali menegaskan, motif terkuat yang mendorong orang untuk tidak berbuat adil (dhalim) adalah mencintai perbedaan dan egoisme (حُبُّ التميّز والأنانية). Para ulama mengatakan, sumber utama keduanya adalah rusaknya jiwa (فساد النفس) dan mencintai dunia (حبُّ الدنيا). 


Dan penyebab berbuat dhalim kepada anak, menantu atau siapapun itu, antara lain karena: 


  1. Lemahnya iman kepada akhirat.
  2. Bodoh terkait akibat buruk atas apa yang dikatakan dan dilakukan. 
  3. Ketakutan yang disertai lemahnya karakter. Si dhalim berbuat tidak adil karena dia ingin membuktikan dia unggul sembari menutupi kekurangannya. 
  4. Dominasi sifat hewan dalam jiwa, seperti serakah, hawa nafsu, marah dan lainnya. 
  5. Berada di lingkungan orang-orang lalim. Lama membersamai mereka menimbulkan sikap tidak adil tanpa terasa. 
  6. Kemarahan akut. Karena tidak suka, orangtua bisa memiliki sifat marah. Sehingga, dia gelap mata, tak bisa membedakan mana yang seharusnya dilakukan. 
  7. Menganggap rendah orang lain. Jika ibu merasa lebih berhak diberi nafkah oleh anak lak-lakinya, maka, dia akan melakukan apapun untuk memerolah haknya itu meski dengan merendahkan menantu perempuannya. 
  8. Sombong, seolah dirinya selalu benar, orang lain selalu salah. Ibu yang merasa dirinya lebih berilmu, lebih berakhlak, cenderung mudah membunuh karakter anak mantu. 
  9. Tidak ada yang ditakuti. Biasanya, istri sangat segan dengan suaminya. Namun, ketika suami meninggal, istri tidak memiliki kontrol dan panutan yang baik. Akhirnya, walaupun berbuat tidak adil, dia leluasa tanpa ada yang mengingatkan. 
  10. Tidak bergaul dengan shalihin (ulama' atau kiai). Jika sudah merasa baik, dia tidak merasa perlu lagi lah memperbaiki diri dengan ngaji dan berkumpul di majelis ta'lim. 


Itulah beberapa penyebab terjadinya kedhaliman sebagaimana pendapat para ulama'. Dan bila sikap tidak adil dilakukan terus-menerus oleh orangtua, maka, anak akan mewarisinya. Tengoklah, orangtua yang tidak menghormati saudara lainnya karena dia merasa palingtua, biasanya mudah merendahkan menantu. Ini nyata dan terjadi di banyak peristiwa. 


Anaknya pun akan berbuat yang sama. Bila orangtua mendiamkan tetangga, tidak menyapanya, maka, anak cenderung mengikuti apa yang dilakukannya. Ini terjadi di lingkungan saya sendiri. Gudel, anak kerbau, selalu mengikuti induknya, walau ke jurang sekalipun. Itulah orangtua yang durhaka kepada anaknya. [badriologi.com]


Keterangan:

Syarah kedua nadhom di atas adalah bagian dari kumpulan Nadhom Sururun Nasho'ih, yang suatu kali akan saya kumpulan jadi kitab nadhom bersyarah bahasa Indonesia. 

Flashdisk Ribuan Kitab PDF

close
Iklan Flashdisk Gus Baha