Tim UAS saat cek lokasi acara di Mayong, Jepara |
YA, saya
sebut tidak kondusif karena kabar penolakan Ustadz Abdul Somad (UAS) pasca
masuknya atribut mirip bendera ormas terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI),
makin tak terkendali. Jelang UAS manggung, Jepara pun berhawa sumuk. Utamanya
di media sosial.
Ada puluhan
situs berita membuat rilis penolakan atribut HTI. Beberapa meme memecah
konsentrasi produktif pengguna WhatsApp. Beberapa video juga viral di medsos.
Kabar yang saya terima, WA Grup banyak terbelah. Pro dan kontra.
Akun beranda
Facebook saya pun ramai penghina, pencacimaki dan penuduh fitnah anyaran, yang
tidak saya tanggapi kecuali dengan guyon. Ditantang gelut pun terjadi. Semua
itu hanya gara-gara ada Somaders yang tidak terima cara saya mem-profile
ustadz sejuta viewer Youtube itu untuk pencerahan seluruh Netizen pembaca.
Al-Husna
saya nyatakan cukup berhasil membuat sensasi dengan caranya: mengundang ustadz
kontroversi. Ustadz Mudhofar lagi-lagi saya anggap cerdas membuat nama pesantrennya,
Al-Husna, jadi terkenal, trending topic. Kini, berkah rencana kehadiran
UAS besok pada 1 September 2018, Jepara jadi terbelah. Innalillah.
Muncullah
gerakan kontra HTI atas nama “Aliansi Masyarakat Mayong Cinta NKRI” dan “Forum
Aswaja Nusantara (FAN)” yang menolak dengan pernyataan masing-masing. “Brigade
Dzulfaqor GPK Jepara” dan “Gerakan Pemuda Hijrah Kabupaten Jepara” juga lahir
mendadak sebagai antitesis dua kelompok gerakan anti atribut HTI tersebut. Dua kelompok
terakhir bisa dibaca ke mana arah gerakannya.
Entah sejak
kapan perkumpulan itu ada. Intel Dandim rada dibuat pusing mencari-cari
identitas semua kelompok itu. Yang pasti, sejak malam tadi, banner penolakan muncul
pula di beberapa titik lokasi. Antara lain bertuliskan “Jangan Rusuh, Mayong-ku
Aman Tanpa Janji Khilafah”, “Menolak Kehadiran Faham HTI Beserta
Atribut-Atributnya. Jepara Damai. Jangan Kotori Jepara Bumi Aswaja”, yang
keduanya dicap atas nama “Aliansi Masyarakat Mayong”.
Ya Allah, what’s happen Jeparaku?
Lampu Kuning di Musim Bingung
Tengah
malam kemarin saya ditelepon oleh seorang habaib di Jepara yang menerima
isyaroh “lampung kuning”. Beliau meminta saya supaya Ansor-Banser (di Mayong,
Welahan dan Nalumsari) ziarah ke Ndoro Ali, Ndoro Hasan dan Ndoro Yik Nde dalam
rangka tawassul “Jepara aman, Jepara amin”.
Alhamdulillah sahabat Banser sudah membantu ngopyaki
siapapun anggota-nya yang punya waktu luang untuk ikut ziarah ke waliyullah
shahibul wilayah itu. Terimakasih Ndan Zainal Anwari. Good Bless You!
Pemuda
Pancasila (PP) Jepara akhirnya terlibat juga, terhitung sejak Rabu sore
(29/08/2018), setelah sekian hari tidak berkomentar saat diminta statemen nya oleh
wartawan yang ada di Jepara. PP bingung menanggapi. Dalam berita yang saya baca
(dan sumber internal tentunya), saya dapat kabar PP akan mengawal kehadiran UAS
dengan mengerahkan 500 personil, meskipun saya tahu jumlah paramiliternya di Jepara
tidak sampai segitu.
Jika PP
benar-benar mengawal penuh, maka mereka akan bersanding mesra dengan LPI, yang
menurut informasi, mereka datang dengan komando pemimpin lokal daerah. LPI dan
PP jelas beda ideologi. Di Semarang saja, akhir Juli 2018 lalu, saat FPI mengawal
UAS dengan teriakan takbir, anak-anak PP membalasnya dengan “Sami’aAllahu
liman hamidah”. Saking tidak nyambungnya ideologi kedua ormas tersebut. Hahaha.
Guyon!
Selain PP,
salah satu anggota Gas** dari kabupaten sebelah yang terindikasi mengikuti
aliran garis keras, juga menyatakan ijin ikut mengawal acara Maulid Akbar 16
Al-Husna tersebut. Jelas langsung saya sundul ke tingkatan yang lebih tinggi
untuk klarifikasi kabar. Clear sudah dia diingatkan bahwa ini bukan perang,
bukan pula arena adu sakti, dan tidak perlu datang hanya untuk mengawal.
Entah
gerakan apalagi yang akan terjadi hari ini, Kamis (30/08/2018). PMII ikut
berdetak. Selain mengeluarkan pernyataan, Pimpinan PMII Cabang Jepara tengah
malam tadi juga memberitahu saya hendak menggelar aksi menolak segala bentuk
atribut HTI dan ideologi khilafah masuk ke Bumi Aswaja, Jepara. Saat saya
menulis artikel ini, kepastian belum ditentukan sang ketua, Muwassa’un Ni’am.
Entah
apalagi, ya Allah. Rasa saling curiga juga mulai ada di tubuh antivis NU akibat
sumuknya suasana daerah. Jika gara-gara beda pilihan politik dalam Pilpres 2019
memunculkan terganggunya persahabatan hingga di atas angka 5 persen (sesuai
survei terbaru), maka untuk soal UAS ini, saya mencurigai, pertemanan warga
Jepara bisa terganggu paling tidak di angka 10 persen dari sebelumnya. Bahkan lebih.
Terutama setelah melihat gejolak di medsos sepekan terakhir (sejak 23 Agustus
2018).
Andai saja
Al-Husna menghadirkan Gus Muwafiq, Gus Mus, Habib Luthfi, Kang Said, Anwar
Zahid, atau kiai kharismatik lainnya, Jepara tidak sesumuk sekarang. Perselisihan
insyAllah juga tidak akan terjadi, dan kualitas pertemanan serta
persaudaraan saya yakin meningkat 10 persen lah.
Taruhan,
UAS dan Habib Bidin datang tidak besok? Jika keduanya jadi datang, apa yang
akan diperoleh Al-Husna? Dan jika tidak datang, Al-Husna mau ngapain, hayo?
Baliho harus dibayar, bro! Hahaha. [badriologi.com]