Foto saat Apel Banser 1 September 2018 di Lapangan Ngabul Tahunan Jepara |
Dalam
perbincangan telepon tidak lebih dari 10 menit tersebut, beliau mengingatkan
saya bahwa tanggal 1 September 2018 nanti bukan tidak mungkin akan terjadi
hal-hal mengagetkan di seluruh wilayah Kabupaten Jepara.
Beliau
menyebutkan, kalau pas tidak sedang di Jepara (ada keperluan lain ke luar kota),
kadang di Jepara ada kobongan, orang tenggelam atau orang tukaran.
Padahal, pas hari H kedatangan UAS itu adalah ketika beliau sedang tinda’an
ke luar kota, hingga 2 September 2018 lalu.
Terang saja,
gerimis tiba-tiba turun jelang Apel 5000 Banser. Baru pertama kali sejak
beberapa bulan terakhir, hujan turun di Jepara. Saya kira apel akan gagal
karena diguyur hujan. Ternyata hujan hanya turun untuk “membendungi” hawa panas
Hari Sabtu siang itu.
Hujan baru turun
“ma’ byuk” sekitar jam 8 malam ketika pengajian di sebelah, yang
dibatalkan oleh tim UAS sendiri. Listrik padam se-Jepara dan sekitarnya hingga
pagi. Banyak anak rebana laporan ke saya tidak jadi hadir karena derasnya hujan.
Gara-gara
listrik mati, angin mosak-masik dan hujan deras, tim pengaman dari PP juga
banyak yang berhalangan hadir. Banyak petugas keamanan memilih di rumah. Saya
sendiri buat mie bersama bolokurowo Ansor Ranting, di rumah, ngopi, ngobrol
sampai larut.
Meski hujan
mengguyur, listrik mati total, acara berlangsung lancar. Alhamdulillah. Imamah
Habib Bidin dilepas. Sementara imamah tuan rumah saat pengajian tidak bisa
membendung keramat UAS: Ujan Awal September. Banjir memenuhi sedikit ruang di
lapangan dengan panggung seluas 30 meter itu. Hingga sekitar pukul 21.30-an.
Cuaca
Jepara hujan pada malam Ahad itu, berlanjut ke gangguan jaringan internet pada
2 September 2018 (malam Senin). Jaringan wifi saya terganggu. Laporan yang saya
terima, seluruh Jepara terganggu jaringan internet wifi nya. Ada apa? Saya
makin ndredeg mengingat kabar di telepon oleh habib, pada Rabu malam
itu. Ya Allah.
Makin ndredeg
ketika saya mendengar dari seorang habib pula pasca apel Banser, Sabtu malam
habis Maghrib (01/09/2018). Ia mendapat keterangan dari tokoh nasional yang
juga dzurriyah Alawiyyin.
“Wong
iki bahaya. Dia eks HTI. Jangan kasi celah apapun untuknya,” ujarnya,
menirukan dawuh sesepuh Alawiyyin, yang juga sangat saya nderekke dawuhnya.
Seketika
saya langsung taslim atas dawuh beliau. Selama ini saya menyatakan kalau
ia hanya diboncengi oleh kelompok eks HTI dan golongan alkacong (aliran
kathok congklang) lainnya. Ansor pun menyebut demikian. Ternyata lebih dari
itu, meskipun akan terus dianggap sebagai informasi yang emboh oleh
Somader.
Dalil saya
kalau ia eks HTI hanya edaran daftar pengurus HTI seluruh Indonesia yang pernah
saya terima. Beredar sekitar tahun 2016-2017.
Dan, saya
sudah diingatkan oleh Mbah Sarkub setahun lalu untuk mempersiapkan diri bahwa
tulisan saya suatu saat nanti akan mengguncang tokoh nasional. Ia prediksi
momen bahwa tulisan saya booming tahun 2017, ternyata meleset hingga
pertengahan 2018.
Akhir tahun
2017 produksi saya pernah viral. Kena bulliying Somader juga. Tapi Somader
tidak merujuk ke akun pribadi saya mengingat tujuan saya sengaja menulis dengan
nada kritik-analitis di akun pribadi untuk melokalisir potensi pro-kontra hanya
di Jepara saja.
Ternyata salah.
Somader punya cara sendiri untuk datang ke rumah medsos saya. Yakni dengan
komando United Muslim Cyber, yang saya duga jelmaan baru dari MCA yang sudah “dilarang”
Polri. Itu terjadi sejak ada yang main di medsosnya kalau dia kena intimidasi,
ancaman dll, yang oleh Mojok dot co dipertanyakan, bentuknya gimana sih?
Begitu.
Saya jadi
ingat isyaroh “closed jendela” ketika sedang menangis mendoakan Jepara aman di
Makam Syeikh Abu Bakar Pulau Panjang. Pro kontranya “closed” di Jepara. Tapi
jika ada yang membuka kotak Pandora nya, “opened” lagi akhirnya. Begitulah karakter
asli followers nya. Setidaknya menurut saya.
Nanti malam
katanya ada Somader dari berbagai kota akan geruduk silaturrahim ke rumah saya.
Saya siapkan kopi dan mie. Kalau mau rokok, beli sendiri loh yaw. Ahlan wa
sahlan. [badriologi.com]