Bentuk pendapatan nasional rumah tangga saya. |
KARENA tidak setiap hari keluar rumah untuk sebuah pekerjaan, banyak tetangga (via istri) yang menanyakan pendapatan saya setiap hari. Di Indonesia, orang tidak terlihat bekerja itu sangat-sangat bisa hidup. Saya, sejak mendapatkan ijazah Yaa Sugeh dari guru, tidak lagi menekuni sebuah profesi, melainkan sebuah hobi saja.
Itulah yang tidak diketahui oleh tetangga sekitar, teman dekat, bahkan keluarga dekat. Yang mengetahui jumlah harian belanja saya secara gamblang ya memang pemilik toko terdekat rumah, karena dia tahu berapa puluh ribu istri saya belanja setiap hari, untuk keperluan jajan anak dan keperluan dapur.
Baca: Bayangkan, Harga Per-tandatangan Ketua KPPS Ini Cuma 315 Rupiah
Akibatnya, ada yang berpendapat kalau pekerjaan saya adalah, dulu dan sekarang, adalah tukang doa, tukang jaga warnet, dan bahkan sebagai tukang penungggu lilin. Hahaha. Biarkan saja. Itu berkah tersendiri, sehingga tidak akan ada tetangga yang mengganggu pekerjaan saya karena tidak ada yang mengetahui persis apa pekerjaan saya.
Kepada istri, saya hanya memberikan kisi-kisi jawaban bila ada yang bertanya tentang pendapatan saya berapa setiap bulan. Ini yang saya berikan ke dia:
- Pendapatan saya bukan bulanan, tapi tahunan.
- Pendapatan saya sifatnya nasional, bukan lokal, apalagi harian.
- Pendapatan saya tidak tetap, tapi tetap berpendapatan.
- Pendapatan saya nilainya dolar, bukan rupiah.
Dijawab begitu, para tetangga malah pada pusing kepala. Mereka tidak nyandak akal-nya, apa profesi saya sebenarnya. Hahaha. Ngapain juga ngukur rezeki orang. Ndeso tahu! [badriologi.com]