Waqof Saktah Pagebluk Cekik Corona di Jepara -->
Cari Judul Esai

Advertisement

Waqof Saktah Pagebluk Cekik Corona di Jepara

M Abdullah Badri
Sabtu, 11 April 2020
Flashdisk Ebook Islami

Jual Kacamata Minus
bahaya virus corona tahun 2020 di jepara jawa tengah
Foto saat saya sedang jagongan soal dampak pandemi Corona di Jepara, di Mantingan, 8 April 2020.

Oleh M Abdullah Badri

CORONA beda dengan pagebluk "Cekik". Zaman saya kecil, pagebluk itu membuat aturan lokal orang dilarang tidur. Tidur pun bergantian. Tidak boleh di rumah. Dan harus berkerumun. Begitu ada yang tidur, cepat-cepat dibangunkan oleh liyan. Telat sedikit saja, nyawanya bisa melayang sia-sia.

Sama-sama pagebluk, efek sosialnya sangat berbeda; antara Corona dan Cekikan. Covid-19 membuat kita harus berpisah dan berjarak. Sementara cekikan, sebaliknya. Ia menyatukan massa yang terpecah. Corona benar-benar membuat masyarakat internasional mengalami ketakutan di luar batas wajar menganut madzhab rasional, sebagaimana tragedi Cekik, yang untuk mengobatinya, kita hanya menunggu "takdir" kapan hilang dengan sendirinya.

Baca: 4000 Jama'ah Umroh Diselamatkan dari Virus Covid-19

Di musim Corona melanda, ada yang tenang dan tegang karena tergoyang. Lebih banyak yang tergoyang tentunya, daripada yang tenang. Saya adalah bagian dari kelompok yang mengambil sikap santai dan tenang karena sudah biasa menjadikan rumah sebagai surga (baiti jannati; rumahku surgaku). Mereka yang memiliki surga di luar rumah, banyak yang terganggu rezekinya akibat efek pandemi Covid-19. Kecuali PNS. Haha.

Hasil obrolan saya dengan beberapa kawan menyebutkan, Corona benar-benar mengubah cara berpikir, beragama, bersosialisasi, bekerja, dan jelas-jelas "menggebuk" rutinitas pendidikan, ritual agama, kerja-kerja sosial, kerja kekuasaan, kerja birokrasi dan lainnya.

Waqof Saktah Pendidikan
Sejak Corona, peradaban manusia seolah berhenti sejenak (waqof) tanpa bersuara (saktah). Tapi, anak saya kembali bersatu dengan temannya untuk bermain bebas karena libur sekolah atas nama pencegahan Covid-19. Ada saja permainan baru yang muncul. Permainan anak di zaman saya kecil muncul lagi karena anak tidak terbelenggu waktunya di tembok bernama sekolah.

Anak-anak itulah yang saya melihat tetap senang dan tenang meski Corona melanda. Guru-gurunya saja yang terhempas dengan aturan tidak masuk akal bernama "jaga bangku sekolah". Tidak ada murid, tapi, karena rutinitas absen yang wajib dijaga agar sekolah tetap berstatus stabil, guru tetap diwajibkan hadir ke sekolah bergantian.

Guru hanya memerintahkan wali murid untuk laporan hasil belajar peserta didiknya di rumah. Lha gurunya ngapain? Dia tetap pusing karena tiap hari harus merekayasa "kerjaan baru" buat anak didiknya di rumah. Laporan fiktif pun diterima. Bahasa mereka adalah: "nilai yang tidak sesuai riilnya adalah bagian dari fakta pendidikan". Hahaha.

Kawan-kawan yang dosen dan doktor, saat main ke rumah karena libur Corona, kadang ada yang minta selfie sebagai ganti "fingerprint" absensi. Bahasa mereka menyebut: "laporan yang tidak sesuai dengan realitasnya adalah rutinitas pendidikan". Hahaha. Ya Awoh...!

Mahasiswa menjerit minta pulsa pulsa ke dosen karena kuliah online pakai aplikasi Zoom membuat mereka tercekik biaya pulsa bergiga-giga. Pertanyaannya, mengapa mereka tidak mencari pulsa gratis edukasi 30 GB? Aneh. Saya saja dapat kok. 

Pesantren pun ada yang mengeluarkan kebijakan karantina akibat Corona. Kampus juga memulangkan mahasiswanya yang ada di luar kota. Dan pulang, statusnya ODP 14 hari bila ia balik dari wilayah "merah". Tuduhan liar sak enak udele menurut saya.

Waqof Saktah Industri 
Di lain dunia pendidikan, ada contoh lagi di dunia industri. Akibat "saktah" tidak ada order, kawan saya yang biasa jadi bakul kaca, kembali ke hobi rutin memancing. Bagaimana tidak, pesanan kaca yang dia garap tiga bulan terakhir tidak bisa dia kirim ke Malaysia yang sedang menjalankan "waqof saktah ijma'i" bernama lockdown. Dalam kondisi saktah, ia hanya mengandalkan hidup dari hasil penjualan stok lemari di tokonya. Itu pun kalau ada yang nyasar membeli.

Akibat Corona di US, gudang mebel di Jepara terpaksa men-cancel 14 kontainer order dan harus meliburkan karyawannya selama empat bulan full. Mereka kembali menjadikan rumah sebagai surga. Tidak seperti "kandang" ayam lagi. Baiti jannati benar-benar dibutuhkan saat ini. 

Akibat tidak bisa bekerja di Yogyakarta, ada teman saya yang terpaksa harus memohon bantuan beberapa karib lainnya untuk hanya sekedar membeli beras dan susu anaknya. Ini bukan isu, tapi kejadianya nyata. Lha wong saya salah satu yang diminta bantuan kok.

Baca: Kembalinya Akun yang Terkena Hack Russian

Contoh ironis lagi. Armada travel milik kawan terpaksa ingin dijual kembali. Karena liburan diliburkan, rombongan ziarah dihentikan, makam-makam wali ditutup, wisata menjeda dirinya sejenak, travelnya pun ikut terkena imbas: stop. Padahal, baru beberapa bulan lalu ia menjalankan bisnis itu. Karena armadanya tidak ada yang membeli ulang, ia kembalikan lagi ke produsen. Sayangnya, produsen juga menolak. Corona benar-benar mencekik dia.

Karena dilarang kumpul-kumpul (social distance), pedagang warung kucing juga "kucing-kucingan" dengan petugas satpol PP. Terutama di daerah kota. Hanya di musim pagebluk Covid-19 ini sajalah, ada penjajan warung kucing yang ditemani sebentar oleh aparat hanya agar mereka cepat pulang.

"Tak ewangi nglunthung kloso mas," kata petugas ke anak-anak yang njanjan di warung kucing di depan kantor partai di samping simpang ruwet Jepara. Makan saja pakai "harus diplototin" petugas berperawakan tinggi. Mesakke temen mas...mas! Hahaha.

Tukang grajen kadang juga kena patroli polisi. Aturan larang kumpul dalam antrian membuat mereka ditegur. Tapi, begitu polisinya menghilang dan melanjutkan patroli ke lain tempat, tukang kayu itu tetap antri menggergaji. Selain penjual nasi kucing, komunitas grajen ternyata juga kucing-kucingan dengan aparat.

Mereka yang bepergian ke luar kota untuk bekerja, berpolitik maupun mencari ilmu, terancam tidak bisa kembali ke kampung halaman. Sementara waktu, mereka mewaqofkan diri di kota tujuan sebelum benar-benar ada perintah yang harus diikuti.

Waqof Saktah Ritual Agama
Karena Corona, ritual agama juga mengalami waqof saktah. Majelis-majelis, pengajian rutin, shalat Jum'at, tradisi mudik, ziarah nyadran Kamis sore, posonan, tradisi mudik, Idul Fitri, Umroh dan Haji, semuanya terancam tidak bisa dijadikan ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah umat Islam di Nusantara.

Cuma, hikmahnya, ritual-ritual yang selama ini dibid'ahkan kembali digelar. Tawasullan "Li Khomsatun" yang dulu diijazahkan Bapak saya agar dibaca saat anak rewel, kini moncer dihapal jutaan orang. Istighatsah pun diinstruksikan di rumah masing-masing. Begitu juga wirid, ratib, hizib, qunut nazilah tiap usai shalat wajib, dan lainnya, muncul jadi kampanye bersama menolak Corona secara agama. 

Yang Tidak Waqof Karena Corona
Semua mengalami waqof saktah. Hanya waktu dan Allah Swt. yang tidak waqof saktah. Barangkali, orang seperti saya, -yang tidak terikat patuh total terhadap mekanisme kapitalisme birokrasi dan ekonomi global- adalah yang tidak terlalu "dicekik" pagebluk wahab Corona yang men-"saktah" peradaban manusia.

Di saat ini pula, Youtuber adalah salah satu kelompok yang panen dolar. Sehari ada tetangga yang mengaku dapat 500K dari satu video Youtube-nya. "Semoga Corona lebih lama. Hahaha," katanya, semprul.

Peradaban memang butuh waktu jeda untuk "saktah", sebagaimana hidup, yang juga perlu wahing dan angop agar lebih bergegas, atau, bahkan, lebih mengganas, pasca "saktah". Saya berharap, efek Corona seperti efek pagebluk "cekikan", yang menyatukan, bukan justru menimbulkan aib bagi mereka yang terkena virus Corona.

Bersatulah. Wali Paidi mengabarkan, setelah Corona berakhir dan pasca perang dagang menemukan pemenang, dunia akan mengalami perang massal segregasi sosial. Semoga saja tidak.

Awas, kabar itu ada yang sesuai fakta dan ada yang tidak. Seperti di pendidikan yang saya singgung tadi. Kabar Corona dari Kelelawar adalah hasil olahan media yang saya sendiri juga menaruhnya di logos sifat "kabar", bukan pengetahuan kebenaran yang hakiki.

Di sini, hanya elit global yang mengetahui tujuan invisible hand mewabahkan Corona se-dunia. Sudah, begitu saja. [badriologi.com]

Flashdisk Ribuan Kitab PDF

close
Iklan Flashdisk Gus Baha