Ciri Perkutut Madura yang Tetap Berkaturanggan Mistis -->
Cari Judul Esai

Advertisement

Ciri Perkutut Madura yang Tetap Berkaturanggan Mistis

M Abdullah Badri
Sabtu, 14 Desember 2019
Flashdisk Ebook Islami

Jual Kacamata Minus
keturanggan perkutut yang mistis
Contoh gambar foto Perkutut. Foto: istimewa.

Oleh M Abdullah Badri

ADA banyak jenis Perkutut Lokal Indonesia yang dicari, termasuk Burung Perkutut Madura. Kenalan saya dari Bulungan bernama Latif menggunakan kesempatan untuk jualan perkutut Madura di Jepara saat dia pulang kerja dari daerah Ketapang, Sampang, Madura.

Saat bertemu pada Jumat (13/12/2019) di bus perjalanan pulang dari Madura ke Jepara, dia menceritakan kisahnya berjualan Perkutut Lokal Madura. Ngobrol ngalor-ngidul soal perkutut.

Saat bertemu di bus, dia membawa sebuah kurungan burung. Awalnya saya mengira dia hanya membawa 1-2 ekor burung. Ternyata tidak. Dalam sangkar besi memanjang yang biasa digunakan kurungan Lovebird itu, ada 105 ekor burung Perkutut yang dia bawa dari lokasi kerjanya sebagai tukang kayu, di daerah Ketapang, Sampang, Madura, Jawa Timur.

Ratusan burung Perkutut di sangkar, ia bawa dengan susunan lima tingkat di dalamnya, yang masing-masing per lapis berisi 20an ekor burung, tanpa pakan dan air. Jadi, selama di perjalanan, si burung tirakat puasa seharian sebelum dijual. Minimal berpuasa dari pagi sampai sore, saat sampai di rumahnya, Bulungan, Jepara Kota. Selama ada air, Perkutut itu jenis burung yang sangat tahan berpuasa makan hingga 3 hari.

Kadang Latif terpaksa naik bus ekonomi saat membawa burung. Pasalnya, ada sopir atau kernet yang melarang dia membawa sangkar naik ke bus Patas ber-AC. Ada yang membolehkan, tapi harus ditaruh di bagasi. Ya jelas dia tidak mau, karena bisa berakibat fatal pada burung-burung dagangannya itu. Saat inilah bus ekonomi yang tarifnya hanya Rp. 60an ribu (dari Surabaya ke Jepara), jadi pilihan paksa Latif.

Apalagi bila ia membawa hingga ribuan ekor. Ya. Ribuan. Dia bercerita, ribuan Perkutut Madura pernah ia bawa pakai bus ekonomi dengan lima sangkar saja. Ia selalu membawa burung liar Madura saat pulang ke Jepara, 3-6 bulan sekali untuk sambilan beberapa saat sebelum balik kerja ke Ketapang.

Baca: Perjalanan Ziarah ke Makam Syaichona Cholil Bangkalan Madura

Sebelum pulang kampung, ambil liburan kerja nukang kayu di Ketapang, Latif biasa memesan burung Perkutut kepada koleganya yang bisa menangkap burung. Untuk seratus burung, penangkap burung butuh 1-3 hari kerja. Bila Latif minta cepat 2 hari, si penangkap burung Perkutut harus kerja siang malam. Siangnya menjaring, malamnya menyuluh. Dalam sejam, kata Latif, bakul burung bisa mendapatkan 20an ekor di malam hari.

Kok bisa yah? Bisa. Di Ketapang dan sekitarnya, Perkutut itu seperti nyamuk di Jepara. Masih banyak Perkutut liar yang seliweran di sawah-sawah, samping rumah warga, samping aliran sungai, dan lainnya. Termasuk di samping tempat Latif bekerja.

Makin diburu, kata Latif, burung Perkutut di Ketapang bukannya makin hilang tapi makin banyak, seperti ikan di lautan saja, yang makin ditangkap justru makin beranak. Uniknya, jarak terbang Perkutut di Ketapang sangat rendah. Paling tinggi hanya tiga meteran saja dari atas tanah. Mudah ditangkap. Allah Swt. memang bermurah hati ke penangkap burung Perkutut di Ketapang.

Perkutut banyak muncul justru ketika ada sawah yang habis diluku, dibolak balik tanahnya pakai sapi itu loh (apa yah bahasa Indonesia-nya?). Mengapa? Karena Perkutut sangat suka makan tanah basah (untuk menjaga pencernaan). Mereka bergerumbul hingga ratusan ekor di tengah sawah yang akan ditanam padi tersebut. Entah dimana markasnya, tidak ada yang tahu.

Profesi penangkap burung di Madura merupakan profesi sambilan yang lumayan menguntungkan. Ada puluhan orang di tempat Latif bekerja yang dia kenal bisa menangkap Perkutut Madura dalam waktu singkat. Bayangkan, berapa ratus ekor yang ditangkap setiap harinya, dan sampai saat ini tidak berkurang varietasnya.

Bagi orang Madura di Ketapang, beternak Perkutut kurang menguntungkan dan memang cenderung rugi. Harga jualnya tidak sebanding dengan pakan harian. Latif sendiri mengakui, untuk menghidupi ratusan ekor Perkutut yang dibawa pulang ke Jepara, sehari dia harus beli Milet sekilo, tambah lipur (biar gemuk) dan lainnya. Sementara harga jualnya 25-30an ribu per ekor untuk yang berumur muda dan sudah bersuara (kung). Agar tidak rugi, Latif harus segera menghabisnya jualannya. Bukan di pasar burung tapi di rumahnya sendiri, secara online.

Latif tidak hanya mengambil Perkutut khas Madura saja. Ia pernah ambil Perkutut dari Lamongan, Rembang dan Blora. Tapi pelanggan dia di Jepara lebih suka Perkutut Madura, karena warnanya yang khas. Perkutut Madura itu, kata dia, warna hitam bulunya cenderung tegas daripada dari daerah lainnya. Itulah ciri khas yang melekat dalam Perkutut Madura.

Saya kemudian membeli dua ekor senilai Rp. 50.000,- saat masih di dalam bus. Dibungkus botol air mineral kosong oleh Latif, yang diambil dari tong sampah saat istirahat makan di Tuban. Ia saya minta ambilkan Perkutut, begitu saja, sembarangan. Yang penting dua ekor. Bila katurangannya sudah kelihatan bagus, kata dia, harganya bisa mahal. Awas nek ora!

Kepada saya, Latif mengaku pernah merawat Perkutut Madura dengan katuranggan yang entah, tapi anehnya, tiap jam 4 sore, di sebelah Barat rumahnya muncul bau kembang, sementara di sebelah Timur nya selalu muncul bau jagung dibakar. Jin mungkin bos! Mistis wae ah!

Kata dia, Perkutut liar itu selalu disertai khodam masing-masing. Pernah ada yang menawar burung itu 3 juta, namun tidak dia iyakan, dengan alasan tidak dijual sampai akhirnya mati sendiri juga (podho perkututku biyen). Haha.

Latif juga bercerita, dulu ada pembeli burung Perkututnya dikasi harga 25 ribu. Begitu ia jual dua bulan kemudian, laku 500 ribu. Pembeli kedua menjualnya lagi, laku 2,5 juta. Barangkali, Perkutut saya dari dia senilai 25 juta, nantinya. Semoga saja. Kan wis tak wirid saat masih di bus, di samping dia, cuma dia tidak tahu saja. Hahaha. [badriologi.com]

Flashdisk Ribuan Kitab PDF

close
Iklan Flashdisk Gus Baha