Jejak Manaqib Al-Jailani Nasir Muhyi Hingga ke Jepara -->
Cari Judul Esai

Advertisement

Jejak Manaqib Al-Jailani Nasir Muhyi Hingga ke Jepara

Badriologi
Kamis, 22 Oktober 2020
Flashdisk Ebook Islami

Jual Kacamata Minus
buya nasir muhyi manaqib al-jailaini di jepara
Nasir Muhyi saat ceramah. Gambar dari Youtube.

Oleh M. Abdullah Badri

NAMA Nasir sudah tidak asing di telinga saya. Sejak 2008, saat masih kuliah di IAIN Walisongo Semarang (sekarang UIN Walisongo), Nasir disebut-sebut sebagai pendiri Pesantren Rahmatan Lil Alamin di Kota Semarang. Saya sudi diajak sowan karib saya ke pesantrennya -yang kala itu masih dalam tahap dibangun-, karena dia adalah menantu salah satu pejabat di kampus yang saya kenal baik dan saya anggap sebagai orangtua saya. 

Beberapa tahun kemudian, pesantren itu raib. Nama Nasir justru disebut-sebut terseret dalam masalah investasi dengan jama'ahnya, yang selalu dikumpulkan rutin dalam majelis manaqib dan istighatsah. Beberapa karib saya yang menjadi abdi selama empat tahun sebagai pengajar pun, kabur dari pesantren. Ia tidak mau berurusan lagi dengan mantan menantu profesor di kampus Islam ternama di Jawa Tengah itu. 

Kala di Semarang, saya dikenalkan Nasir dengan sebutan "Gus". Hingga kini, kawan saya itu juga masih menyebut "Gus Nasir". Begitu terdengar kabar dia pindah ke Indramayu, dan masih menggunakan manaqib sebagai amalan jama'ahnya, "Gus Nasir" berubah menjadi "Buya Nasir". Kini, sejak pindahnya dia ke Jepara, nama dia berubah lagi menjadi "Syaikh Muhammad Nasir Muhyi Al-Hajj". 

Saya jadi ingat pendiri Ahmadiyah yang suka mengubah nama dan julukan sebelum mendaulat diri sebagai "nabi". Awalnya dia mengaku Imam Mahdi, lalu direvisi menjadi Isa Al-Masih dan terakhir berubah menjadi "nabi" dengan klaim "tanpa membawa syariat", laiknya Nabi Isa akan turun kelak, jelang kiamat. Nasir jelas bukan Ahmadiyah, karena dia mengaku punya kemampuan menghubungkan jama'ahnya dengan Mala'ikat Jibril. Mau minta wahyu ke Jibril "Gus"? Melebihi Nabi Muhammad? 

Bila julukan dia berubah sesuai kota, maka, amaliyah dia dengan jama'ah tetap istiqamah; Manaqib. Itu andalan dia, karena dialah yang menyusun Manaqib tersebut, dengan majelisnya bernama Al-Jailani, dan mars-nya; Yeh Apna Yarana yang setelah diselidiki ternyata adalah judul lagu dari penyanyi India Rajeshwari dan sempat populer pada tahun 1982 (Cari di Youtube). Ya sudah, kita akui saja beliau adalah penyuka lagu Manaqib India. MasyaAllah, bukan?
 
mars al-jailani buya nasir alias siapa gus nasir
Mars Al-Jailani ala Nasir Buya berjudul Yeh Apna Yarana. Foto: badriologi.com.

Yang namanya manaqib itu kan dzikru khairatil amwat (mengingat kebaikan yang telah wafat), tapi di tangan "Syaikh Nasir", manaqib yang dia susun tak bicara penuh ihwal Biografi Sulthanul Auliya' Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani. Apa saja isinya? Ya dzikir-istighatsah dan doa tawassul ala Manaqib saja. 

Pertinyiinnyi, mengapa harus tawassul lewat ndoro Syaikh Abdul Qadir bila sudah punya amalan bertemu Malaikat Jibril? Jangan-jangan Jibril yang dia maksud adalah Abu Jibril yang terkenal itu? Hahaha. 

Trial and Error
Di Jepara, "Syaikh Nasir" membangun jama'ah Manaqibnya melalui trial and error. Jepara tidak semudah kota-kota lain yang sudah ia taklukkan. Awal masuk ke Bumi Patiunus Jepara, ia sudah menggugupkan warga Sekuro Mlonggo karena dikabarkan bertempat di rumah seorang janda yang sedang iddah. Wajar demikian karena dia adalah "Syaikh". Di Sekuro, ia berhasil mendapatkan kos-kosan sementara walaupun berpindah-pindah. (Rt dan Rw, saya ada data). 

Sempat ingin membeli tanah di pinggiran Sekuro. Tapi pemilik tanah tidak jadi melepaskan walau sudah diberi depe, dengan alasan: gue gak kenal loe! loe gak jelas orang mane dan mau ngape di sinih

Tak patah arang, ia mendekati nadhir masjid raya untuk ijin dijadikan tempat menggelar sajadah majelis Al-Jailani. Sayangnya, karena dia mengaku sebagai kinasih KH. Maimoen Zubair, -sementara nadhir masjid adalah keluarga yang sangat dekat dengan Kiai Maimoen-, ya tidak mudah percaya begitu saja lah nadhirnya. Nama Nasir saja tidak jelas asal-usulnya. Apalagi saat sowan ke nadhir masjid, dia somsi (sombong sekali).  
 
Bila saat di Semarang dia mengaku sebagai Madura, maka, sejak di Jepara, ia menyebut diri sebagai trah keturunan Cirebon. Demikian yang saya dengar dari beberapa sumber di Mlonggo maupun Jepara Kota. Di Jepara, ia mengaku sebagai alumni Lirboyo dengan kawan seangkatan bernama Asy'ari, yang disebut-sebut dalam majelis rutin Malam Ahad di mBulu, Jepara Kota, sebagai pengurus MUI Jakarta. Benar tidaknya, hanya alumni Lirboyo yang bisa memastikan (Himasal). 

Gagal di Sekuro, sejak Juli 2020, ia berpindah ke Kecapi, Tahunan, Jepara (di Rumah Perahu). Tak berapa lama, tiba-tiba ia bertempat di Ponpes Nahdlatuth Ta'lim, Bulu, Jepara Kota. Siapa yang bawa dia ke pesantren itu? Saya ada data. Tapi off the record yah. Hehehe. (Bocoran inisial: NKB). Sebelum ke Jepara, ia sempat berpindah ke Pati, Jawa Tengah. 

"Saya di Jepara paling hanya 2-3 tahun ustadz. Setelah itu saya akan pindah lagi". Begitu katanya, ke salah satu tokoh yang dia dekati. 

Saran saya, pindahlah secepatnya ke dekat Alang-Alang Karimunjawa, ya "Syaikh". Antum bakal lebih dibutuhkan. 

Gelarlah majelis Manaqib Al-Jailani setiap malam di bangunan yang dulu mau dibuat ponpes tapi gedung olahraga itu. InsyaAllah akan berkah. Percayalah, Jibril akan bersamamu. Bukan Izro'il. Yakinlah. [badriologi.com]

Keterangan:
Pernah dimuat di Facebook penulis pada 14 Oktober 2020.

Flashdisk Ribuan Kitab PDF

close
Iklan Flashdisk Gus Baha