 |
| Kiai Muwafiq saat menemui rombongan tamu LTM NU di salah satu kecamatan dari Sidoarjo, Sabtu (12 Maret 2022) malam. Foto: badriologi.com. |
Oleh M. Abdullah Badri
BEBERAPA hari lalu, saya bertemu dengan ratusan orang berpakaian seragam batik semua yang sowan ke Kiai Muwafiq. Saya tanya, mereka dari Sidoarjo. Berombongan dua bus, mereka safari silaturrahim ke makam para waliyullah dan ke kiai-kiai yang masih hidup.
Mereka berangkat Sabtu, pulang ke rumah malam Senin. Artinya, lama safari mereka dua hari. Biaya per orang dipatok 450 ribu, sudah termasuk biaya inap hotel semalam, ziarah dan sowan ke Abah Luthfi, Gus Din, dan Gus Muwafiq. Sebelumnya, mereka pernah sowan ke PBNU, PWNU atau kiai-kiai lainnya.
Saya tanya, mereka ternyata rombongan anggota Lembaga Takmir Masjid (LTM) MWC NU Kecamatan Candi, Sidoarjo, yang terdiri atas 24 desa (per ranting mendelegasikan 2 orang dan biaya ditanggung masjid separo, katanya).
Mereka guyub banget. Antar para nadhir saling kenal dan berjejaring. Agenda itu ternyata sudah berjalan tiap tahun jelang Ramadhan. Istilahnya sebagai agenda akhir tahun.
Lalu, apa agenda sebelum ini, selama setahun? Dua orang dari mereka menjawab saya begini:
- Pelatihan kemakmuran masjid mushalla.
- Mengadakan pasar murah gabungan antar masjid se Kecamatan, bergiliran.
- Papanisasi masjid mushalla berlambang NU se Kecamatan. Dana papanisasi dikoordinir oleh MWC NU setempat, diambil dari dana masjid secara gabungan untuk mushalla yang tidak memiliki kas mandiri.
- Semiloka ideologi aswaja an-nahdliyyah khusus nahdir mushalla dan masjid. Biar tidak ada nadhir yang kanginan ikut menjadi simpatisan FPI, HTI, PKI dan wahabisme.
- Ziarah rutin ke makam para waliyullah dan sowan kiai-kiai NU yang masih hidup.
Lima program itu saya kira bisa ditiru, dimodifikasi untuk daerah-daerah lain. Baik tingkatan Cabang (PC), Majelis Wakil Cabang (MWC) atau bahkan Ranting (PR) hingga Anak Ranting (AR). [badriologi.com]
