![]() |
| Nadhom Sururun Nasho'ih. |
Oleh M. Abdullah Badri
SATU orang di-enengke, tidak diomongi oleh seluruh dulurnya hanya karena ia pernah bengok-bengok di depan umum ketika hadir dalam suatu acara. Bagi mereka, dia dianggap mencoreng nama baik keluarga. Tapi, kalau caranya dengan ngenengke, mereka lah yang sebetulnya Iblis.
Dalam Bahar Rojaz, saya katakan:
إِذَا رَأَيْتَ خَاشِـنَ الْأَقْــوَالِ :: أَسْــوَأَ نَاسٍ فَـأنْــتَ مِنْ جَهُـوْلِ
"Bila kamu berpendapat bahwa seseorang yang berbicara kasar adalah seburuk-buruknya manusia, maka kamu termasuk orang bodoh".
فَانْـــتَــظِرَنَّ بِـمَجِــيْئِ الــنَّاسِ :: لَـــهُ حُــلُــوُّ الْـــقَوْلِ لِلتَّـلْـبِيْسِ
"(Kalau tidak percaya), tunggulah kedatangan orang-orang yang berkata manis, namun untuk menipumu (kau akan tahu rasanya diperdaya Iblis)".
SYARAH NADHOM
Jangan melihat keburukan orang hanya dari satu sisi saja. Lihatlah lebih jeli. Benar, lisan seseorang bisa sebagai petunjuk hatinya, tapi tidak selamanya demikian. Kadang, omongan kasar itu adalah bagian dari cara bertahan dari sesuatu yang menghinakan atau bahkan cara terbaik untuk melemahkan lawan.
Menuntut orang sempurna atau mencari seorang guru ngaji yang sempurna, sampai jembutmu putih sekalipun, tak akan kau temukan. Mereka ini manusia biasa. Jika murid mencari guru paling sempurna, kata Kiai Maimun Zubair (Sarang), sampai kiamat dia tidak akan pernah belajar ke guru atau kiai.
Ada guru salah membaca Nahwu, lalu langsung dituduh goblok hingga keluar dari pondoknya. Itu simplistik dan termasuk al-ajalah (terburu-buru), yang itu merupakan tabiat setan. Ada kiai berbicara keras untuk mengingatkan agar orang lain tidak dihina, dia menyimpulkan, "orang itu tidak pantas sebagai kiai". Trus sing paling pantes ki loh sopo? Awakmu tah?
Orang bertabiat al-ajalah (العجلة), yakinlah, dia belum pernah bertemu orang yang bicaranya halus, lalu menipunya. Orang yang tutur bicaranya halus, belum tentu hatinya tulus. Karena itulah, ulama' memperingatkan kita:
اللطف بلا حقٍّ مكرٌ، والشدّة بلا حكمةٍ سفهٌ
Terjemah:
"Kelembutan tutur tanpa kebenaran, itu tipu daya (makar). Dan ketegasan tanpa hikmah, itu kebodohan".
Renungkanlah, betapa banyak kemungkaran yang habis karena hikmah ketegasan dan bahkan dengan sedikit kata kasar. Ini dibolehkan dalam derejat tertentu. Jadi, tidak selamanya yang kasar itu keluar dari manusia yang kau sebut terbusuk.
Justru yang paling busuk ialah yang lemah lembut kata, tapi niatnya untuk mengelabui. Di depan bermuka manis, di belakang berhati Iblis. Tabiat ini bukan hanya dimiliki orang biasa. Orang alim agama justru banyak memiliki sifat ini. Iblis tidak memandang derajat manusia yang diganggu. Nabi Adam as dan Siti Hawa' saja diganggu kok. Simaklah omongan manis Iblis berikut ini:
مَا نَهٰىكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هٰذِهِ الشَّجَرَةِ ِالَّآ اَنْ تَكُوْنَا مَلَكَيْنِ اَوْ تَكُوْنَا مِنَ الْخٰلِدِيْنَ
Terjemah:
"Tuhanmu tidak melarang kamu berdua untuk mendekati pohon ini, kecuali (karena Dia tidak senang) kamu berdua menjadi malaikat atau kamu berdua termasuk orang-orang yang kekal (dalam surga)". (QS. Al-A'raf: 20).
Akhirnya, Nabi Adam as pun termakan bujuk rayu Iblis. Inilah yang lebih berbahaya daripada orang yang omongnya apa adanya, yang kadang tampak kasar. Saya paling suka dengan orang yang tas tes, to the point kalau ngomong. Elik diomong elik, apik diomong apik, angger niate bener.
Sebab, lidah manis kadang membunuhmu. Kata ulama':
اللسان الحلو بلا إخلاصٍ كالسّم في العسل، يقتل من حيث لا يشعر
Terjemah:
"Lidah manis tanpa ketulusan ibarat racun dalam madu, ia membunuh tanpa disadari".
Ya, kadang seorang bodoh yang kasar, bisa menyakitimu (جاهل فظّ يؤذي القلوب), tapi, seorang penculas yang lembut tutur katanya bisa membunuhmu dan akalmu (مخادع لطيف يُميت العقول). Pilih mana? Saya pilih disakiti sementara daripada disakiti seterusnya.
Kecewa dengan seseorang, lalu cara yang ditempuh adalah ngenengke, bukan bertemu, tabayun, atau komunikasi yang baik, maka, itu ibarat racun di madu. Lebih racun lagi bila yang melakukan itu adalah saudara kandungmu sendiri atau kerabatmu. Begitu. [badriologi.com]
Keterangan:
Artikel ditulis sebagai bagian dari Syarah Nadhom saya berjudul Sururun Nasho'ih (yang disusun sesuai temuan setiap saat).





