![]() |
Nadhom Bahar Rojaz tentang penitipan anak ke orangtua. |
Oleh M. Abdullah Badri
JAMAK diketahui, banyak anak dititipkan orangtuanya ke nenek atau kakek demi bekerja. Bahkan, nenek dibayar upahan untuk menjaga cucunya. Bagi saya, ini adalah penghinaan, dan bukan tidak mungkin akan menghilangkan berkah hasil kerja orangtuanya.
Dalam Bahar Rojaz saya ungkapkan kritik itu seperti di bawah ini:
إِذَا اكْتَـرَيْتَ الْأُمَّ رَعْيَ طِفْلِكَ :: رِزْقُكَ كَالْأَجِيْرِ لَا مُـبَارَكَ
"Apabila engkau menyewa ibumu untuk menjaga anakmu, maka rezekimu seperti upah buruh yang tiada keberkahan di dalamnya".
Membayar orangtua sebagai baby sitter (perawat anak) sama dengan menjadikan orangtua sebagai buruh. Karena itulah, rejeki orang yang menyewa orangtuanya untuk marawat anak, selamanya, seperti buruh. Dan tidak ada keberkahan. Lebih baik menyewa baby sitter sungguhan daripada menjadikan ibumu sebagai buruh.
Ibu adalah sumber kasih sayang dan belas kasih. Mereka mengandungmu dengan susah payah dengan penuh mahabbah dan kasih sayang. Tidak ada balasan harta yang setimpal atas itu. Bacalah firman Allah Swt:
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْسَانًاۗ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ كُرْهًا وَّوَضَعَتْهُ كُرْهًاۗ
"Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula)". (QS. Al-Ahqof: 15).
Ketika mereka sudah mengandungmu, lalu kamu gaji karena merawat anakmu, saat itulah barokah pekerjaanmu hilang. Selamanya, kamu akan menjadi buruh sebagaimana kamu menjadikan ibumu sebagai buruh.
Ingatlah kawan, anak adalah amanah. Dalam Ihya' Ulumiddin, Imam Ghazali berkata:
إِذَا انْشَغَلَ الأَبُ أَوِ الأُمُّ عَنْ تَرْبِيَةِ الوَلَدِ بِطَلَبِ الدُّنْيَا، فَقَدْ أَضَاعَا أَمَانَةَ اللهِ
"Jika seorang ayah atau ibu sibuk mengejar keuntungan duniawi dan tidak mau mengasuh anaknya, maka ia telah menyia-nyiakan amanah Allah". (Ihya', Juz: 3, hlm: 72).
Islam memang tidak melarang perempuan bekerja, namun, bila hal itu bisa menjadikan amanah tersia-siakan, maka, rumah dan keluarga akan ikut tersia-siakan pula. Amanah ibu untuk menjaga anaknya tidak akan hilang meski diserahkan urusannya kepada orang lain. Ibu lah yang masuk dalam sabda Rasullah Saw:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Kamu semua adalah penjaga dan setiap kamu bertanggung jawab atas kawanannya" (HR. Bukhari-Muslim).
Ibu adalah penjaga anak. Bila anak diserahkan perawatannya kepada orang lain, maka, cahaya kelembutan dan kasih sayangnya akan padam. Ruhnya akan kurang kasih. Walaupun yang merawat adalah nenek. Kata Ibnul Qoyyim:
الأُمُّ هِيَ مَدْرَسَةُ الوَلَدِ الأُولَى، فَإِذَا فَقَدَهَا فَقَدَ مَصْدَرَ العِلْمِ وَالرَّحْمَةِ جَمِيعًا
"Ibu adalah sekolah pertama bagi anak, jika kehilangan ibu maka hilanglah sumber ilmu dan kasih sayang".
Sekali lagi, anak adalah amanah untuk orangtuanya, bukan amanah langsung untuk neneknya atau orang lain. Amanah wajib dijaga. Amanah adalah fardlu. Imam Hasan Al-Bahsri berkata:
مَا نَظَرَ اللهُ فِي كَسْبٍ شَغَلَ عَنْ فَرْضٍ
"Allah tidak memandang penghasilan yang dapat mengalihkan perhatian dari kewajiban".
Bila pengahasilanmu melahirkan sikap anti amanah, maka, lihatlah, berkahmu bekerja akan hilang. Sebab, rejeki yang datang dan pada saat yang sama anak kok terlantar, itu bukanlah nikmat, namun balak.
Rejeki terbesar adalah dianugerahi anak shalih. Betapa banyak orang fakir yang mendapatkan anak shalih sebab anaknya dididik dengan baik sejak kecil oleh ayah-ibunya, dan betapa banyak orang kaya yang tertimpa balak anaknya durhaka karena menyia-nyiakan pengasuhan anak sejak kecil, demi bekerja. Wallahu a'lam. [badriologi.com]