Dari PKS Jadi Wahabi Lalu Membela Ponpes yang Alumninya Terlibat Terorisme -->
Cari Judul Esai

Advertisement

Dari PKS Jadi Wahabi Lalu Membela Ponpes yang Alumninya Terlibat Terorisme

M Abdullah Badri
Jumat, 07 Juni 2019
Flashdisk Ebook Islami

Jual Kacamata Minus
cara mudah menjadi pemuda hijrah
Dari PKS, gerakan awal mungkin hanya politik kekuasaan. Tapi selanjutnya, orang-orang baru di PKS bisa menjadi wahabi takfiri hingga wahabi jihadis.

Oleh M Abdullah Badri

SEBUT saja namanya Mu'in. Dia dulu adalah mu'adzin masjid Jami' di desanya. Semangat beragama dan ngajinya sangat tinggi sejak remaja. Tapi kini, akhlaknya makin tak tertata ketika menghadapi sesepuh dan keyakinan orang lain yang berbeda dengannya.

Akhir Ramadhan jelang Idul Fitri 1440/2019 lalu, ia sengaja didatangi oleh Rais Syuriah Ranting NU setempat. Tiada lain maksud kedatangan itu hanya untuk silaturahim karena sejak tiga tahun terakhir dia sering berulah menyalahkan amaliyah aswaja an-nahdliyyah yang sudah ada dan tertib berjalan secara rutin sejak lama di desanya.

Sayangnya, dialog yang terjadi tidak menghasilkan kesepakan apa-apa kecuali hanya meminta Kiai Syuriah NU tersebut bertemu dengan ustadz-nya, yang katanya paling yes paham soal hadits-hadits mau'dlu' yang selama ini, menurutnya, dianggap salah bila digunakan sebagai dalil.

Hadits itu misalnya, Mu'in menyebutkan begini:

الفاتحة تما قرئت له لا أصل له

Mui'n membacanya secara fasih lengkap dengan teks haditsnya. Tapi untuk hadits lain, yang dia gunakan untuk membid'ahkan dalil amaliyah aswaja an-nahdliyyah dia hanya membaca tarjamahnya saja. Maklum, dia semangat beragama tinggi, tapi nol pruthul Nahwu-Sharaf. Tukang tambal ban saja kesehariannya.

Dia menyebut kalau kirim Fatihah kepada orang yang meninggal tidak akan sampai, dan mengirimkan pahalanya menggunakan kalimat yang jamak dipakai oleh warga NU ketika tahlilan dengan إلى حضرة tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya, alias bid'ah.

Baca: Abah Luthfi: Ada yang Lebih Mengerikan Setelah Wahabi Lenyap

Tapi ketika dia diminta menunjukan dalil yang melarangnya, dia hanya meminta supaya bertemu dengan kiai-nya, ustadznya, yang dianggap alim wal jozz gandos markotbiyah. Namun, lagi-lagi, ketika Syuriah NU Ranting di desanya Mu'in itu meladeni dengan siap datangnya KH. Masduki Ridlwan, ia tiarap. Kan aneh.

Artinya, cara berislam ala hijrahnya si Mu'in, menurut beberapa tetangga yang saya temui, hanya ela-elu atau ikut-ikutan saja, alias taqlid mugholladhoh. Kalau cuma begitu tidak masalah. Dia ternyata sampai pada sikap menyalahkan orang lain atas nama bid'ah dan atas nama Rasulullah Saw. sesuai tafsirnya sendiri.

Dari PKS
Tentang bantahan argumentasi Mu'in, saya tidak tuliskan di esai ini. Kali ini saya hanya fokus tentang penyebab Mu'in sampai bersikap menyalahkan amalan dan praktik ibadah orang lain.

Menurut beberapa tetangga Mu'in, awal dia menjadi wahabi dan tidak mau jumatan di masjid sebelahnya yang ada makam pendiri masjidnya, dimulai sejak anak Mu'in aktif di Pertai Keadilan Sejahtera (PKS). Mungkin sebagai relawan barangkali.

Saat datang ke rumah Mu'in, orang-orang PKS selalu bawa mie instan, bumbu kebutuhan dapur dan lainnya sehingga keluarganya tertarik ikut kajian rutin. Dari sinilah Mu'in mengenal Islam ala hijrah yang beberapa tahun terakhir dikembangkan oleh sayap Islam radikal di Indonesia.

Lama-kelamaan, Mu'in bukan hanya ikut kajian. Tapi sudah mengubah penampilannya menjadi sosok yang bercelana ngatung, berjidat gosong, dan hafal hadits bid'ah. Toko kelontong yang di depan rumahnya dulu hanya berisi dagangan tidak seberapa, tiba-tiba banyak. Menurut beberapa tetangga, Mu'in mendapatkan pinjaman modal dari kelompok barunya itu.

Baca: Filantropi Rombongan Celana Tinggi (RCT) Wahabi di Indonesia

Sikap pilah-pilih masjid tiap jamaah shalat juga mulai diterapkan. Komunitasnya pun tidak lagi di desanya, tapi di desa sebelah, yang pada Mei 2019 lalu, alumninya ditangkap polisi karena hendak menyusun bom untuk meramaikan kerusuhan Pilpres.

Mu'in kemudian menjadi pembela utama bila ada berita miring soal tindakan teror dari alumni Pondok yang ada di Desa Sowan, Kedung, Jepara. Padahal, dia mengaku sangat mengutuk tindakan teror. Dia wahabi ibadi, wahabi yang hanya mencukupkan ibadah sesuai selera, tanpa terlibat ideologi politik.

Artinya apa? Silakan tulis komentar Anda saja lah! [badriologi.com]

Keterangan: 
Esai ini saya tulis dari pengalaman Rais Syuriah Ranting NU di sebuah desa, yang saya sowan kepadanya pada Jumat (07/06/2019) dalam rangka Halal Bihalal. 
Flashdisk Ribuan Kitab PDF

close
Iklan Flashdisk Gus Baha