Batal Belanja Karena Tak Diberi Kantong Plastik -->
Cari Judul Esai

Advertisement

Batal Belanja Karena Tak Diberi Kantong Plastik

M Abdullah Badri
Selasa, 23 Maret 2021
Flashdisk Ebook Islami

Jual Kacamata Minus
kantong plastik minimarket untuk belanja
Tumpukan botol kemasan minuman. Foto: istimewa.


Oleh M. Abdullah Badri


PADA Senin malam, 22 Maret 2021 sekitar pukul 20.10 WIB, saya mampir ke minimarket satu-satunya di jalan Ngabul-Mantingan. Tidak ada rencana belanja sejak dari rumah. Belanja di sana hanya untuk memenuhi permintaan dua walad saya yang ingin membeli jajan dan bubur bayi untuk adiknya. 


Begitu masuk ke dalam, keranjang belanja penuh, mas kasir-nya menyatakan: "tidak ada plastiknya, Pak". 


"Terus bagaimana saya harus membawa belanjaan yang bejibun begitu," jawab saya. 


"Ada kardus Pak kalau mau". 


"Tidak. Batalin saja".


Kedua anak saya hanya melongo dan kecewa. Jajan yang sudah diambil tidak jadi dibawa pulang. Sepanjang perjalanan ke Ngabul, kedua walad saya hanya diam. Mereka tidak mengeluarkan sepatah katapun. Mereka tidak tahu kalau bapaknya sedang mencari minimarket lainnya.


Baca: Kecintaan KH. Abdullah Sa'ad Solo Kepada Habib Luthfi


"Saya belanja banyak, dikasi plastik atau tidak?" Tanya saya sesampainya di depan kasir minimarket di Ngabul. 


"Iya, ada plastiknya, Pak".

 

Tanpa pikir panjang, kedua anak saya kembali mencari sendiri lokasi jajan yang sudah diambil di minimarket yang tidak jadi beli tadi. 


"Kayak sulapan, yang di sana kok di sini ada juga ya, Bapak," komentar si kecil. Sampai di rumah, kekecewaan mereka hilang.

 

Perlawanan

Cerita di atas adalah praktik ke sekian kalinya saya menolak larangan konsumen mendapatkan wadah plastik dari minimarket. Berkali-kali saya membatalkan belanja setelah plastik tidak diberikan oleh kasir. Melanjutkan atau membatalkan jual-beli adalah kesepakatan kedua belah pihak, antara pembeli dan penjual.

  

Bagi saya pribadi, larangan plastik untuk konsumen tidak rasional. Harusnya, yang dibatasi menggunakan plastik adalah pabrik yang masih leluasa menggunakan plastik untuk kemasan produknya. Bukan konsumen saja. 


Baca: Anak Yatim Menangis, Segera Turuti Saja!


Betapa banyak botol minuman yang berbahan plastik. Tapi, konsumen yang hanya membeli, seolah dianggap sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas beredernya sampah plastik di pembuangan akhir. 


Berkali-kali ditawari plastik dengan membayar, saya tidak pernah mau. Bukankah makanan berkemasan plastik menjadi mahal karena didesign unik dengan bahan utama plastik? 


Selama pabrik dan minimarket masih leluasa "ber-plastik" ria, selama itu pula saya tidak akan mau membayar kantong plastik ke mereka. Tidak jadi belanja, ora petheken. Masih ada toko kelontong tetangga yang mau memberi kantong plastik. Masih ada pula minimarket yang mau sediakan kantong plastik untuk konsumen. (Iki benere kebijakan opo sih. Kono oleh kene ra oleh).   


Kebijakan melarang kantong plastik untuk konsumen tidak lah adil. Pabrik yang untung, konsumen kok yang buntung harus belepotan membawa produk yang mereka beli mahal atas nama cukai.


Di rumah saya, kantong plastik tidak pernah saya buang, tapi saya pakai buat kantong nasi hajatan atau untuk membungkus kemasan produk saya sendiri. Bahkan sangat bermanfaat sebagai kantong aweh-aweh tetangga (bila ada). 


Beda dengan kemasan plastik jajanan. Begitu habis, langsung nyampah. Apalagi plastik kemasan air mineral gelas yang langsung menumpuk dan saya bakar. Apakah pabrik air mineral akan dituntut karena menyebabkan lingkungan tercemar sampah. Dobol. Ora ono.  


Kantong plastik lebih berguna pakai daripada plastik kemasan makanan dan minuman seperti gambar di bawah ini. Makanya, saya ogah bayar. Dan itu bagian terkecil dari perlawanan kebijakan yang tidak jelas keadilannya. [badriologi.com]


Flashdisk Ribuan Kitab PDF

close
Iklan Flashdisk Gus Baha