Adakah Orang Kafir Shalih yang Masuk Surga? -->
Cari Judul Esai

Advertisement

Adakah Orang Kafir Shalih yang Masuk Surga?

Badriologi
Rabu, 11 Agustus 2021
Flashdisk Ebook Islami

Jual Kacamata Minus
adakah anak orang kafir masuk surga
Arti nadham ke-60 Kitab Bad'ul Amali dan penjelasannya. Foto: badriologi.com.


Oleh M. Abdullah Badri


PADA bait nadham ke-60, penulis Kitab Bad'ul Amali menjelaskan tentang tidak kekalnya penghuni neraka yang memiliki iman, walau dia berlumur dosa. Berikut ini syiirnya:


وَذُو الْإِيْمَانِ لَا يَبْقٰى مُقِيمَاً ۞ بِسُوْءِ الذَّنْبِ فِي دَارِ اشْتِعَالِ


Artinya:

"Dalam kobaran api (neraka), pemilik iman tidak akan kekal karena buruknya dosa".


Ini adalah kabar baik yang merupakan janji Allah, sebagaimana diyakini oleh golongan ahlussunnah wal jama'ah. Walau mati tanpa bertobat (menurut Ali Al-Qari), muslim yang telah banyak berbuat dosa, ―sebesar dan seberat apapun―, ia tidak akan kekal selamanya disiksa di neraka selama dia mengakuinya dan perbuatan dosanya itu tidak mengakibatkan pada keyakinan yang kafir (kekafiran). 


Pendapat ini tentu saja jauh berbeda dari kalangan Muktazilah dan Khawarij. Menurut kedua golongan sempalan Islam tersebut, orang kafir dan mukmin yang berlumur dosa, keduanya bakal kekal di neraka. Tapi, kedua golongan syadz (menyimpang) tersebut berbeda pendapat soal status kafir sang pendosa besar. Khawarij menyebut kafir, sementara Muktazilah tidak. (Tuhfatul A'ali, hlm: 98)


Menurut Muktazilah, orang Islam yang banyak berbuat dosa dan tidak bertaubat hingga akhir hayat akan kekal di neraka dan disiksa sebagaimana siksaan orang yang kafir (alias kekal selamanya di neraka). Berikut ini dua alasan yang mereka gunakan, sekaligus jawabannya:


1. Dosa besar itu menutup pintu diterimanya hak pahala atas semua perbuatan baik dari Allah Swt.


Jawabnya:

Dalam keyakinan ahlussunnah wal jama'ah, tidak hak sama sekali bagi manusia menuntut Allah untuk berbuat sesuai perbutannya. Hak diberi atau tidak ada di Allah selamanya. Ganjaran yang diberikan Allah Swt. kepada setiap hambanya bukanlah hak dia atas perbuatan baiknya, tapi murni karena fadhal (anugerah pemberian agung) dari-Nya. Sedangkan siksa ahli neraka bukanlah murni karena sebab pebuatan dosanya, melainkan karena Ke-Maha-Adilan Allah Swt. semata. Artinya, bila Allah berkehendak, siksa tetap diterapkan. Dan bila tidak, siksa dihentikan lalu dimasukkan ke surga. Itu semua hak tunggal Allah Swt.  


2. Dalil keabdian pendosa di neraka yang digunakan oleh golongan Muktazilah adalah Surat An-Nisa: 93 (وَمَنْ يَّقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاۤؤُهٗ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا), An-Nisa': 14 (وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَتَعَدَّ حُدُوْدَهٗ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيْهَاۖ), Al-Baqarah: 81 (مَنْ كَسَبَ سَيِّئَةً وَّاَحَاطَتْ بِهٖ خَطِيْۤـَٔتُهٗ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ), dimana semua ayat di atas menyebut kata خَالِدًا dan خٰلِدُوْنَ yang bermakna "selamanya" untuk mereka yang membunuh orang beriman (يَّقْتُلْ مُؤْمِنًا), bermaksiat (يَّعْصِ) dan berbuat keburukan (كَسَبَ سَيِّئَةً). 


Jawabnya:

Yang dimaksud menjadi kafir karena membunuh orang beriman adalah bila pembunuhan itu dilatarbelakangi oleh pelaku yang tidak suka atas keimanan seseorang. Membunuh karena tidak suka ada yang beriman, masuk dalam kategori kafir. Orang inilah yang masuk dalam objek firman ayat 93 Surat An-Nisa. Jadi, tidak semua aksi kriminal membunuh langsung bisa dikategorikan kafir dan karenanya, abadi di neraka. Ini pemahaman yang keliru.  

Maksud kata خَالِدًا dan خٰلِدُوْنَ dalam Surat An-Nisa ayat 41 dan Al-Baqarah ayat 81 itu bukan kekal-abadi di neraka, tapi lamanya menghuni (المكث الطويل), sebagaimana penyebutan penjara abadi (سجن مخلَّد). Bila semua derivasi kata خلد - يخلد di Al-Qur'an diartikan abadi, maka akan banyak ayat yang bertentangan dengan ayat lain maupun hadits-hadits populer dan shahih. Jadi, sekali lagi, tidak semua kata abadi bisa diartikan kekal selamanya. (Nukhbatul La'ali, hlm: 170-171).  


Sudah jelas bukan bahwa pendapat mereka berlebihan. Mari kita kaji betapa dalil yang digunakan kelompok Muktzilah itu bertentangan dengan dalil-dalil naqli lain dalam Al-Qur'an maupun hadits. Ingatlah, Allah Swt. itu Maha Pengampun atas segala dosa, kecuali syirik. Silakan simak ayat Al-Qur'an berikut ini: 


إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ


Artinya:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya". (QS. An-Nisa: 48).


Hanya kakufuran lah yang tidak akan diampuni oleh Allah Swt. Selain itu, bisa diampuni. Menghina Rasulullah Saw., menurut ulama' Malikiyah, juga masuk dalam dosa yang tidak bisa diterima taubatnya. 


وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ


Artinya:

"Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga" (QS. At-Taubah: 72). 


إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا


Artinya: 

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal". (QS. Al-Kahfi: 107). 


فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ


Artinya: 

"Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya". (QS. Az-Zalzalah: 7). 


Dalam tafsir ayat di atas, iman termasuk kebaikan (خَيْرًا) yang bakal dibalas Allah Swt. Sekecil apapun kualitasnya. Intinya, orang beriman kelak dijanjikan Allah sebagai ahli surga. Seberapun besar dosanya. Bila masih ada iman, dosa besar yang dilakukan tetap ada ruang untuk diampuni oleh Allah Swt. dan diharapkan taubatnya.  


Kepada sahabat Abu Dzarr, Rasulullah Saw. juga pernah bersabda, 


مَا مِنْ عَبْدٍ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ثُمَّ مَاتَ عَلَى ذَلِكَ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ قُلْتُ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قَالَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ


Artinya:

"Tidaklah seorang hamba yang mengucapkan "La Ilaha IllaAllah" kemudian dia mati karena itu melainkan ia akan masuk surga." Tanyaku selanjutnya; "Walaupun dia berzina dan mencuri?" Beliau menimpali: "Walaupun dia pernah berzina dan mencuri...".(HR. Muttafaq Alaih). 


Karena itulah, Imam Nawawi (w. 676 H/1277 M) menyatakan: madzhab ahlul haqq salaf maupun khalaf berpendapat bahwa orang yang bertauhid pasti dimasukkan ke surga, apapun kondisi dan situasinya. Bila ia termasuk golongan yang lolos dari maksiat laiknya anak kecil, gila (bawaan sejak lahir), orang taubat nashuha, maka mereka ini akan masuk surga tanpa harus melalui siksa di neraka. 


Dalam Kitab Nukhbatul La'ali dijelaskan, mukmin yang matinya masih meninggalkan dosa besar dan belum sempat bertaubat, nasibnya diserahkan kepada Allah Swt. Boleh jadi, ia tidak masuk golongan lolos ke surga tanpa mencicipi siksa neraka, tapi bisa jadi pula ia akan "dicuci" dulu sementara, sebelum akhirnya menjadi ahli surga. Pendapat ini berbeda dengan pendapat Syaikh Ali Al-Qari' yang penulis kutip di awal paragraf bab ini.


Penulis Kitab Jami'ul La'ali memberikan catatan soal ini. Baginya, orang mukmin yang berlama-lama di neraka karena dosa besarnya bisa jadi karena dua faktor. Pertama, ia tidak mendapatkan syafaat lolos neraka sama sekali dari Rasulullah Saw. Kedua, dia tidak mendapatkan kesempatan ampunan dari Allah setelah berakhirnya Rasulullah Saw. memberikan syafaat kepada semua umatnya. Walaupun lama disiksa, ia tidak akan abadi di sana. Pasti surga.  


Intinya, dalam ilmu tauhid, tak ada satupun orang bertauhid yang kekal dan abadi di neraka meskipun selama hidup melakukan seluruh dosa besar yang ada, sebagaimana pula tak ada satupun orang yang dimasukkan ke surga bila matinya dalam kondisi kafir (tidak bertauhid), meskipun selama hidup dia melakukan seluruh kebaikan dan kebajikan yang ada. 


من قال بتخليد أصحاب الكبائر فهو مبتدع


Artinya:

"Siapa saja yang menyatakan keabadian pendosa besar (di neraka), maka dia pembuat bid'ah". (Jami'ul La'ali, hlm: 293, mengutip dari penulis Kitab Al-Bazzariyah). 


Mukmin yang sudah dimasukkan ke surga memiliki jaminan tidak akan keluar dari sana. Selamanya dia di surga. Ini adalah pendapat yang disepakati para ulama' (ijma') yang sesuai dengan firman Allah Swt., 


وَمَا هُمْ مِنْهَا بِمُخْرَجِينَ


Artinya:

"...dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya (red. surga)". (QS. Al-Hijr: 48). 


Ayat di atas sekaligus memiliki kesimpulan balik bahwa penghuni neraka bisa dikeluarkan. Bila sudah keluar darinya, dia akan dimasukkan ke surga. Kemana lagi kalau bukan ke surga? Hanya surga lah yang disebut sebagai Darul Khulud (tempat abadi). 


Antara Amal dan Iman

Ketahuilah, amal perbuatan badan tidak termasuk bagian dari iman yang hakiki. Artinya, yang dijadikan ukuran iman seseorang itu tidak selamanya berupa ibadah yang tampak, tapi iman di hati. 


Syaikh Ali Al-Qari' dalam Dha'ul Ma'ali (hlm: 44) menyatakan, 


إن أعمال الأركان غير داخل في حقيقة الإيمان. فلو فعل جميع السيئات ما عدا الشرك فهو مؤمن كما أن الكافر لو أتى بجميع الطاعات ولم يصدق الله ورسوله فهو كافر


Artinya: 

"Amal anggota badan tidak termasuk dalam kategori hakikatnya iman. Andai ada orang melakukan semua keburukan, selain syirik, ia adalah orang beriman, sebagaimana bila ada orang kafir melakukan bahkan seluruh kebajikan namun tidak membenarkan (iman) Allah dan Rasul-Nya, dia adalah kafir".  


Keterangan nadham ke-60 ini sangat berkaitan dengan keterangan syair Bad'ul Amali sebelumnya (yang ada di urutan ke-44 dan ke-57), berikut ini kedua teksnya: 


وَلاَ يُقْضٰى بِكُـــــــفْرٍ وَارْتِــــــدَادٍ ۞ بِعَهْرٍ أَوْ بِقَتْـــــلٍ وَاخْتِـــــزَالِ


Artinya: 

"Dan tidak dihukumi kafir serta murtad (hanya) karena berzina, membunuh atau merampok". (Dalam Kitab Dha'ul Ma'ali ada di halaman 32).  


وَمَرجُوٌّ شَفَــــــــــاعَةُ أَهْلِ خَيْرٍ ۞ لِأَصْحَابِ الْكَبـــــَـــــــائِرِ كَالْجِـبَالِ


Artinya:

"Pertolongan orang-orang baik diharapkan oleh para pemilik dosa-dosa besar, yang besarnya seperti gunung". (Dalam Kitab Dha'ul Ma'ali ada di halaman 41-42)


Keterangan tambahan: 

  1. Ada yang membaca kalimat بِسُوْءِ الذَّنْبِ (karena buruknya dosa) dengan بِشُوْمِ الذَّنْبِ yang dijelaskan dengan makna سوء العاقبة (akhir yang buruk). Penulis mengartikannya dengan kalimat "karena akibat buruknya dosa". Keduanya dibenarkan. Adapun huruf Jarr بِ dalam syair di atas berfaedah sebab (سببية). Penulis pun mengartikannya dengan kata "karena". 
  2. Makna kata اشْتِعَالِ (dengan ع) adalah kobaran neraka Jahim. Kurang tepat bila dibaca dengan "ghain" menjadi: اشْتِغَالِ, yang artinya "sibuk", meskipun diartikan sebagai orang (di neraka) adalah mereka yang disibukkan oleh kekecewaan, pertolongan dan kemurahan (yang semuanya sia-sia). Atau, mereka sibuk menghadapi makhluk di neraka seperti kalajengking, ular dan lainnya. Pemaknaan seperti ini perlu dikoreksi karena kondisi "sibuk" tidak hanya terjadi di neraka, tapi juga di surga, sebagaimana firman Allah: إِنَّ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِي شُغُلٍ فَاكِهُونَ, yang artinya: Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka). (QS. Yasin: 55). Maka, paling tepat adalah membacanya dengan "ain" (اشْتِعَالِ), bukan "ghain" (اشْتِغَالِ), sebagaima maksud muallif Bad'ul Amali yang membahas khusus tentang penduduk neraka yang beriman. 


Demikian keterangan penulis tentang nadham Ba'dul Amali ke-60. Silakan baca penjelasan nadham ke-59 di artikel berjudul: Mengimani Surga dan Neraka yang Sudah Diciptakan


Tentang perbedaan makna sa'id (سعيد) dan syaqiy (شقي) antara Maturidiyah dan Asy'ariyah, yang masih ada kaitan dengan nadham ke-60 ini, silakan baca: Bolehkah Berkata: "InsyaAllah Saya Islam"?. [badriologi.com]

 

Sumber Kitab PDF:

  1. Dha'ul Ma'ali PDF (hlm: 44)
  2. Tuhfatul A'ali PDF (hlm: 97-98)
  3. Nukhbatul La'ali PDF (hlm: 169-172)
  4. Jami'ul La'ali PDF (hlm: 293)
  5. Darojul Ma'ali PDF (hlm: 176-177)

Flashdisk Ribuan Kitab PDF

close
Iklan Flashdisk Gus Baha