Akikah Untuk Orangtua dan Haid Tak Lancar -->
Cari Judul Esai

Advertisement

Akikah Untuk Orangtua dan Haid Tak Lancar

M Abdullah Badri
Kamis, 17 Maret 2022
Flashdisk Ebook Islami

Jual Kacamata Minus
hukum akikah anak kepada orangtua
Buletin Halaqah NU Ngabul Edisi 05 (PDF). Foto: badriologi.com.


Oleh M. Abdullah Badri


BAGAIMANA hukum aqiqah seorang anak untuk orangtuanya? Pertanyaan ini dilontarkan oleh penanya (sa'il) dari jama'ah Masjid Nurud Dholam, Ngabul, kepada tim LBM NU Ngabul. Berikut jawabannya:  


Hukum sunnah muakkad dianjurkannya (masyru'nya) aqiqah bagi orangtua kepada anak dimulai kala anak sudah lahir sempurna (tidak geguguran kurang dari 4 bulan). Aqiqah yang dilaksanakan sebelum bayi lahir sempurna dianggap tidak cukup (lam yakfi) disebut sebagai aqiqah. 


Bila aqiqah tidak dilakukan hingga si anak berusia baligh, maka, hukum kesunnahan beraqiqah bagi orangtuanya gugur. Si anak sendirilah yang kemudian memiliki pilihan beraqiqah untuk dirinya sendiri. Demikian menurut pendapat Imam Ar-Rafi'i. (I'anatuth Thalibin: 2/336 & Al-Majmu': 8/412).

 

Secara fiqih, saat sudah baligh, si anak berstatus mustaqil (mandiri). Dalam Kitab Tuhfatul Muhtaj (9/371) dijelaskan bahwa lazimnya, aqiqah itu dilakukan untuk orang yang wajib ia nafkahi, yakni ahlul bait (Al-Iqna': 2/282), seperti anak atau istri —dengan niat berbuat baik (tabarru').


Baca: Halaqah Edisi 03 (Hukum Istri Gugat Cerai, Tapi Suami Menolak).


Bila ada orangtua belum beraqiqah dan ia masih hidup, lalu si anak berniat mengaqiqahinya, hukumnya boleh —sebagaimana kurban, dengan catatan: orangtuanya adalah bagian dari anggota keluarga yang wajib ia nafkahi (karena fakir) dan harus seijinnya terlebih dulu (Hasyiyah Umairah: 4/256). 


Jika orangtua wafat, tidak pernah berwasiat kepada si anak untuk mengaqiqahinya, maka hukum aqiqah si anak kepada orangtuanya tidak sah. Meski begitu, pahalanya tetap bermanfaat sebagai sedekah biasa. Hukum ini juga berlaku sama dengan kasus kurban seorang anak yang mengatasnamakan orangtuanya yang sudah wafat, seperti disinggung Syaikh Zakaria Al-Anshari dalam Kitab Fathul Wahab (2/232).


Alasan tidak sahnya: aqiqah maupun kurban adalah ibadah sejenis fida' (tebusan), tidak seperti sedekah, haji, zakat dan kifarat, yang sah digantikan amalnya oleh orang lain. (Hasyiyah Syarwani: 9/371). 


Baca: Halaqah Edisi 01 (Dalil Nishfu Sya'ban dan Amalan Asyuro').


Bila ada wasiat untuk beraqiqah, maka, status aqiqahnya seperti kurban nadzar, yang semua dagingnya tidak boleh dikonsumsi oleh keluarga. Harus dibagikan kepada fuqara', tidak boleh diberikan kepada aghniya' (Fiqhul Islami: 3/636). 


Darah Haid Tak Teratur

Bagaimana hukumnya bila haid perempuan tidak lancar, sehari keluar dan dua hari bersih? Jawaban atas pertanyaan dari jama'ah masjid yang sama adalah sebagai berikut: 


Ketahuilah, jumlah hitung minimal haid adalah 24 jam full (sehari). Maksimalnya 15 hari (360 jam). Walaupun putus-nyambung, tapi bila dihitung telah mencapai 24 jam full, maka, jeda waktu tanpa adanya pendarahan itu dihukumi haid semua. Bila kurang dari 24 jam selama 15 hari, darahnya dihukumi darah fasad (Fatawal Fiqhiyyah Al-Kubro: 1/88-89). 


Contoh: pada tanggal 1 pendarahan terjadi selama 4 jam. Di tanggal 2-4, ia bersih. Artinya, selama 4 hari ia baru 4 jam saja mengalami haid. Lalu, pada tanggal 5 dia mengalami pendarahan 10 jam lagi dan kembali bersih sejak tanggal 5 hingga 14. Pada tanggal 15, pendarahan terjadi selama 10 jam lagi. Maka, seluruh darahnya selama 15 hari dihukumi haid menurut qaul mu’tamad. Shalat pun tidak wajib diqadla'

 

Demikian simulasi kongkrit dari penjelasan dalam Kitab Bajuri (1/110) yang menyebut akumulasi hitung pendarahan haid sebagai itthishal (ketersinambungan). [badriologi.com]


Keterangan:

Artikel ini dimuat di Buletin Halaqah Edisi 05 (Maret 2022) yang diterbitkan oleh LTN NU Ngabul dan didistribusikan gratis dalam rutinan Lailatul Ijtima' di Masjid Nurudh Dholam, Ngabul, pada malam Jum'at Pos, 14 Sya'ban 1443 H/17 Maret 2022 M. 


Flashdisk Ribuan Kitab PDF

close
Iklan Flashdisk Gus Baha