Sesi penyampaian materi PKD PMII Komisariat Sultan Hadlirin di Gedung NU Ranting Suwawal Barat, Mlonggo, Jepara, Ahad siang, 16 Juni 2019. |
Oleh M Abdullah Badri
DI awal zaman Indonesia bergerak, peta ideologi politik organisasi Islam di Indonesia tidak serumit seperti sekarang ini, yang selalu menaruh ayat
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
ِArtinya:
"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir". (QS. Al-Ma'idah: 44).
sebagai seolah harus diterapkan secara rigit sebagai pasal ayat hudud yang harus diterapkan dalam sebuah negara agar bisa disebut negara Islam.
Dengan ayat di atas, tuduhan kafir kepada setiap kelompok yang menolak diterapkannya hukum hudud syariah seperti potong tangan, rajam, mudah dipakai karena langsung dianggap sebagai yang melwati batas-batas yang telah ditetapkan Allah Swt. dalam Al-Qur'an.
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Artinya:
"...Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim". (QS. Al-Baqarah: 229).
Baca: NU dan Generasi yang Diburu Informasi
Sedikitnya, dua ayat itulah yang membentuk gerakan ideologi politik Islam ormas-ormas yang berkembang terakhir. Misalnya, FPI, dengan jargon amar ma'ruf nahi mungkar nya atas kelaliman rezim Orba, gerakan politik mereka menuntut diterapkannya formalisasi syariah.
Begitu pula dengan Hizbut Tahrir. Atas nama melawan hegemoni kapitalisme dunia, Taqiyuddin An-Nabhani mendirikan partai lintas negara untuk misi utamanya menegakkan kembali khilafah islamiyah ala minhajin nubuwwah, yang di negara asal kelahirannya saja, Palestina, ditolak.
JAD, JI, JAT, juga sama. Atas nama hukum Allah yang mereka tafsiri hanya sebatas hudud syariah saja, gerakan ideologi politik mereka sampai pada tahapan ekstrim, boleh membunuh orang kafir dan melakukan jihad (qital) dengan tindakan teror.
Jauh sebelumnya, Kartosowiryo dengan DI/TII nya juga melandaskan ayat hukum Allah di atas untuk gerakan politik Darul Islam sehingga mengakibatkan pemberontakan di Indonesia dan berakhir dengan eksekusi mati dirinya.
Di zaman Indonesia bergerak menuju kemerdekaan, ideologi ormas-ormas Islam yang berkembang tidak sibuk dengan tuntutan penerapan hukum Allah dalam sebuah negara. Mereka masih sibuk bekerjasama, berjuang bersama, untuk mengusir segala bentuk penjajahan di muka bumi.
Sebut saja misalnya, ormas Islam tertua di Indonesia, bernama Jamiyyatul Khoir. Organisasi yang sudah ada jamaah dan gerakannya sejak 1901 ini diinisiasi oleh anak keturunan Arab, baik kalangan saadat maupun masyayikh, hanya untuk mengentaskan kemiskinan dan menyantuni yatim piatu. Tidak ada gerakan makar kecuali melawan Belanda.
Sarikat Islam (SI, awalnya SDI), juga sama. Ideologi politik SI yang berdiri 1911 bermula dari upaya memperkuat ekspansi dagang umat Islam pribumi untuk menandingi dominasi kekuatan ekonomi yang disokong penjajah Belanda.
Peta ideologi politik Islam yang diterapkan oleh ormas Islam di Indonesia sebelum kemerdeaan RI 1945. |
Muhammadiyah juga sama. Persyarikatan yang berdiri tahun 1912 ini juga didirikan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan masyarakat. Wajar hingga kini, gerakan Muhammadiyah pun diakui, hingga memiliki ribuan perguruan tinggi dan rumah sakit.
Tahun 1923, Persatuan Islam (Persis) berdiri dengan misi utamanya melawan bid'ah, takhayul dan khurafat yang kemudian dilawan oleh Nahdlatul Oelama (NO) yang dianggap telah menyimpang dari ajaran ahlussunnah waljama'ah.
NU yang berdiri 1926 pun tidak pernah menyoal bentuk negara Islam untuk negara baru bernama Indonesia yang pada Muktamar ke-11 di Banjarmasin menetapkan bahwa Indonesia Raya adalah negara damai.
Baca: Kegelisahan KH Hasyim Asy'ari Sebelum Mendirikan Nahdlatoel Oelama (NO)
Meski berbeda visi, semua gerakan idelogi politik ormas Islam yang saya sebut di atas tidak pernah secara de jure bersebarangan dengan ideologi negara, Pancasila dan UUD 1945. Hanya ormas-ormas yang muncul belakangan sejak era reformasi saja yang terang-terangan (secara de facto dan de jure), menginginkan kembalinya khilafah, walau ada yang berjuang tipis-tipis atau langsung frontal sekaligus.
Hukum Allah itu luas. Bukan melulu urusan fiqih syariat semata. Bumi ini bulat, lonjong, datar atau globe, itu juga hukum Allah. [badriologi.com]
Keterangan:
Esai ini saya tulis untuk materi "Peta Gerakan Islam di Indonesia" dalam Pelatihan Kader Dasar (PKD) PMII Komisariat Sultan Hadlirin Unisnu Jepara, di Gedung NU Ranting Desa Suwawal Barat, Mlonggo, Jepara, Ahad 16 Juni 2019, pukul 14.38 - 15.20 WIB.