Hukum Jual Beli di Hari Jumat -->
Cari Judul Esai

Advertisement

Hukum Jual Beli di Hari Jumat

Badriologi
Senin, 16 Mei 2022
Flashdisk Ebook Islami

Jual Kacamata Minus
jual beli di hari jumat
Buletin Halaqah NU Ngabul Edisi 07 (PDF). Foto: badriologi.com.


Oleh M. Abdullah Badri


BAGAIMANA status jual beli seorang pedagang yang tetap melayani pembelinya di tengah shalat Jum'at masih berlangsung? Pertanyaan ini dilontarkan oleh warga Ngabul Rt. 04, Rw. 02. Berikut jawaban dari LBM NU Ngabul. 


Jum'at adalah sayyidul ayyam atau hari utama dibanding hari-hari lainnya dalam sepekan. Bila hari-hari lain disebut sesuai urutannya, Ahad misalnya, yang artinya satu, dan Senin, yang artinya dua, begitu seterusnya, termasuk Selasa, Rabu dan Kamis, maka, Jum'at tidak demikian. 


Baca: Inilah Tatacara Qadla' Puasa Ramadhan (Halaqah Edisi 06)


Jum'at artinya adalah kumpul. Sepekan sekali umat Islam berkumpul di hari Jum'at untuk Shalat Jumu'ah (Jum'atan). Mereka saling sapa menjalin keakraban dan kebersamaan di Jumat siang hari. Karena itulah, Jum'at disebut pula sebagai muktamar usbu'i (kumpulan perpekan) umat Islam. 


Mengingat manfaat besar dalam interaksi sosial itulah, qaul jadid Imam Syafi'i mensyaratkan jumlah peserta Jum'atan harus bersama 40 orang laki-laki baligh dengan syarat: merdeka (bukan budak) dan mustauthin (bukan musafir). Kalau Jumatan sah dilakukan hanya oleh satu orang saja ―seperti pendapat Ibnu Hazm,― unsur muktamar usbu'inya tidak akan nampak syiar. 


Larangan Al-Qur'an

Al-Qur'an tegas memerintahkan kepada kita agar meninggalkan praktik jual beli saat panggilan adzan Jum’at sudah berkumandang, sesuai Surat Al-Jumu'ah ayat ke 9 (Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jum‘at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli).


Karena kalimatnya berbentuk larangan (tinggalkanlah!), mayoritas ulama' menyatakan hukum jual beli dan segala bentuk muamalah saat Jum’atan berlangsung, statusnya haram. Meski haram, akad jual belinya tetap sah. (Tafsir Rawa'iul Bayan: 2/582).


Mengapa tetap sah? Jawabnya: karena unsur haramnya tidak an sich dari jual-belinya, tapi dari unsur luar (aridli) yang mengikutinya, yakni adanya larangan jual beli saat Jum'atan. Putusan ini senada dengan status hukum mushalli (orang shalat) di tempat yang dighasab (dipakai tanpa seijin pemiliknya). Shalatnya tetap sah namun makruh, karena ada sebab aridli, yakni: aktivitas ghasab. 


Dalam Kitab Al-Umm (2/557), Imam Syafi'i menjelaskan batasan waktu haramnya jual beli di Hari Jum'at, yakni: ketika sudah masuk waktu zawal (condongnya Matahari ke Barat di tengah hari). Menurut Imam Al-Qurtubi, batas akhir haramnya jual beli adalah setelah zawal hingga rampungnya shalat Jum'at.


Baca: Ritual Rabu Wekasan, Bagaimana Hukumnya? (Halaqah Edisi 01)


Bila jual beli yang dilakukan sebelum zawal di Hari Jum’at, hukumnya makruh. Alasan Imam Syafi'i memakruhkannya adalah karena larangan jual beli di Hari Jum’at terkait dengan nida' (seruan), dimana status haramnya terjadi ketika bilal sudah mulai adzan dan imam shalat Jum'at atau khatib sudah naik mimbar khutbah.


Namun, kedua status hukum di atas (makruh maupun haram) hanya berlaku untuk mereka yang wajib Jum’atan saja. Mereka yang tidak dikenai taklif hukum "fas'au ila dzikrillah (maka segeralah kamu mengingat Allah)" dalam ayat di atas, seperti antar dua perempuan, antar dua musafir atau antar dua budak, tidak terkena hukum makruh maupun haram. 


Bila yang bertransaksi adalah laki-laki kepada perempuan, atau sebaliknya, maka, transaksi tersebut bisa tergolong bagian dari praktik menolong terjadinya kemaksiatan (i'anah alal maksiat), atau menolong mereka yang harusnya wajib Jum'atan untuk tidak Jum'atan. Hukumnya haram. 


Baca: Dalil Nishfu Sya'ban dan Amalan Asyuro' (Edisi 02)


Tradisi gajian di Jepara pada Hari Kamis (Kemisan) agar bisa libur di Hari Jum'at untuk menyambut sayyidul ayyam agaknya syarat mengikuti perintah dan larangan luhur Al-Qur'an. Kemisan memang cocok untuk umat Islam yang bekerja. Sayangnya, libur kerja sekarang, baik kantoran maupun pabrik, rata-rata sudah beralih ke Hari Ahad. [badriologi.com]


Keterangan:

Artikel ini dimuat di Buletin Halaqah Edisi 07 (Mei 2022) yang diterbitkan oleh LTN NU Ngabul. Biasanya dibagi gratis di rutinan Malam Lailatul Ijtima'. Karena di Bulan Syawwal 1443 H diliburkan, buletin dibagi gratis oleh Relawan LazisNU Ngabul ke setiap pemilik kaleng koin se-Desa Ngabul. 


Flashdisk Ribuan Kitab PDF

close
Iklan Flashdisk Gus Baha