Khilafatul Muslimin: Benalu dan Propaganda Gincu -->
Cari Judul Esai

Advertisement

Khilafatul Muslimin: Benalu dan Propaganda Gincu

Badriologi
Senin, 13 Juni 2022
Flashdisk Ebook Islami

Jual Kacamata Minus
khilafatul muslimin dibubabarkan pemerintah
Konvoi Motor Syiar Khilafatul Muslimin yang kontroversial. Foto: istimewa.


Oleh M. Abdullah Badri


DALAM perbincangan di salah satu televisi yang tayang pada 2 Juni 2022, Abdul Qadir Baraja, pimpinan Khilafatul Muslimin (KM) menyebut: 


  1. Komplotannya diklaim tidak bertentangan dengan NKRI. Dia justru mengklaim kalau KM buatannya itu untuk mengamalkan ajaran Rasulullah Saw. agar umat Islam harus bersatu, tidak boleh bercerai-berai. Baginya, khilafah adalah sistem hidup bersama kaum muslimin. Keren sekali, bukan?
  2. Dia mengatakan, siapa saja yang menentang NKRI dan UUD 1945 dianggapnya masuk neraka. Komplotannya setuju Pancasila adalah kesepakatan ulama', dan karena itu, Indonesia adalah negara yang sangat baik karena meniru piagam madinah Rasul. Cara berpikirnya sangat bergincu! 
  3. Karena sekarang tidak ada khalifah (pimpinan khilafah), kita berdosa bila tidak menegakkannya. KM didirikan Abdul Qadir Baraja untuk mencari pahala agar tidak berdosa, sebagaimana perintah Rasulullah Saw., yang dulu hidup bersama dalam naungan Nabi Saw. di bawah komando yang dia sebut khilafah. Keren banget kan cara mengakumulasi pahalanya?  


Mari kita bedah bersama apa gincu propaganda yang di-taqiyyah-kan (disembunyikan) oleh KM, yang pada 2014 lalu ikut bai'at ke pimpinan negara ilegal di Irak dan Syuriah itu. Bagi saya, pernyataan Abdul Qadir Baraja adalah qaulul haq urida bihil bathil (perkataan benar tapi menuju kebatilan). Cara berpikirnya adalah benalu dan gincu politik ideologis. Harus dibedah kelirunya! 


Perintah Berjama'ah

Sangat betul, perintah berjama'ah atau bersatu adalah titah Al-Qur'an dan Sunnah. Surat Ali Imran ayat 103 selalu dijadikan kutipan menganjurkan hidup bersama. Tetapi, bila tujuannya untuk bersatu dalam ummatan wahidah (satu umat), secara tauhid, hal itu pun harus didialogkan dengan Surat Al-Maidah ayat 48, yang artinya: "sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu".

 

Rasulullah Saw. sendiri sejak 14 abad lalu sudah memaklumatkan tentang terpecahnya umat Islam menjadi 73 golongan (banyak). Meski begitu, beliau menjamin selamat kepada kelompok yang mengikutinya, yakni ummatan wasathan (QS. Al-Baqarah: 143) yang mengikuti ajaran salaf beliau tapi tidak mudah menuduh dosa atau kafir (keluar dari Islam) dan musyrik kepada sesama Islam yang tidak sependapat secara politik -yang kemudian dibawa ke ranah ideologis. Inilah yang disebut perintah berjama'ah. 


Ingatlah pula, jelang wafat, Rasulullah Saw. memohon tiga permintaan kepada Allah: 1). Agar umat tidak binasa karena kelaparan, 2). Tidak dibinasakan Allah dengan bencana, dan 3). Tidak menimpakan permusuhan antar mereka (HR. Muslim). Dua permintaan pertama dikabulkan, satu permintaan terakhir beliau ditolak Allah Swt.  


Baca: Ciri Wahabi dan Bahayanya Bagi Aswaja NU


Dari sini, perintah "bersatu lah kalian" dibatasi dengan qayyid haq bahwa: antum tidak akan bisa menjadikan seluruh bangsa di dunia ini bersatu. Ini sudah menjadi iradah qadim dari Allah Swt dan meski Rasul meminta tidak ada permusuhan antar umatnya pun, Allah Swt. menolak. Maka, fastabiqul khairat saja lah kalian, dan harus berpegang teguh pada tali Allah. Tengah-tengah saja lah kalian dalam beragama, menjadi umat wasathan lah kalian atau bersikap tawassuth saja lah kalian dalam berjama'ah. 


Sikap tawassuth yang menjadi mayor ideologi gerakan NU sangat cocok dengan kalam qadim Allah tersebut. Oleh karena itu, dalam menyikapi perang yang terjadi antar sahabat, misalnya Perang Shiffin, Jamal dan lainnya, kelompok Islam aswaja tidak ekstrim menyalahkan sana-sini atau membela sana-sini, seperti Syiah dan Khawarij. Meski era sahabat disebut sebagai zaman gemilang Islam ala manhajin nubuwwah pun, buktinya tetap ada perseteruan, dan akan berlanjut sampai akhir zaman. Semua kehendak Allah ini adalah sesuai firman: "Allah hendak menguji kamu" (QS. Al-Maidah:48).


Apakah fakta perang antar sahabat bisa berakhir pada kesimpulan kalau Rasulullah Saw. dianggap gagal memimpin umat setelahnya? Innalillah kalau cara berpikirnya begitu. Komplotan-komplotan seperti HTI dan KM ini mudah sekali menuduh alpanya sistem khilafah pasca Turki Ustamni diruntuhkan rezim Britania Raya pada 1924 sebagai era penuh dosa atas nama sudah keluar dari perintah (amar) dari Rasulullah Saw. Bagi saya, pendapat seperti ini adalah gombalan politik berbalut agama yang belepotan gincu propaganda.

 

Cara Beriman yang Keliru

Abdul Qadir Hasan Baraja menyamakan Pancasila dengan Piagam Madinah dan karenanya, ia menyebut Indonesia sebagai negara yang baik. Oke. Dia benar. Tapi bila menyebut siapa saja tidak mengimani Pancasila akan masuk neraka, lalu, bagaimana dengan umat Islam di luar Indonesia, yang konstitusinya beda dengan Pancasila? Pendapat ini jelas ekstrim dan tidak rahmatan lil alamin


Sejak era 80an NU memiliki sikap tawassut tentang Pancasila. NU menyatakan: Pancasila adalah konstitusi negara yang harus ditaati bersama sebagai konsensus anak bangsa. Tapi sekali-kali Pancasila tidak bisa menggantikan syariat Islam yang memiliki konsekuensi akhirat. Ini cara berpikir ulama' yang paham ajaran Rasulullah Saw. secara futuristik, tidak seperti pentolan Khilafatul Muslimin itu. 


Baca: Kisah Misteri Sopir Ambulance LazisNU


Mereka tidak menyadari kalau Rasulullah Saw. menjamin umatnya tidak akan berserikat secara global dalam ajaran sesat (la tajtami'u ummati ala dhalalah). Lha kok semua umat Islam dituduh kafir karena sekarang tidak hidup di bawah naungan khilafahnya. Apakah mereka tidak mengimani sabda Rasulullah? Syahdan, menegakkan khilafah, bagi saya, adalah benalu dalam umat Islam saat ini, dan merupakan bid'ah yang bisa merusak tata kelola umat dalam mayor sistem politik global sekarang, yakni nation-state (negara bangsa).


Khilafah Bukan Rukun Iman

Ketahuilah, para ulama' fiqih tidak pernah memasukkan pasal nashbul imamah -atau mereka sebut khilafah, sebagai rukun iman dan rukun Islam. Politik khilafah hanyalah furu' (cabang) dari medan ijtihad para fuqaha'. Hukumnya tidak wajib a'in, dan karena itu, lokasi bab nya terletak setelah pasal ibadah (hablun minal Allah) dan pasal muamalah (hablun minan-nas). 


Apapun bentuk negaranya, bila sistemnya menjamin semua umat Islam bisa memperbanyak sujud (katsratus sujud), mereka berpeluang mendapatkan syafa'at Rasulullah Saw., kelak. Itulah salah satu inti furu' beribadah: mencari pahala dengan frame fastabiqul khairat di medan sumpah Allah tentang pentingnya baladil amin (negara damai). Sing penting sujud mu, Dir...Qadir! Bukan khilafahmu! 


Walhasil, gerakan politik Khilafatul Muslimin tidak sedamai yang diomongkan secara halus oleh Abdul Qadir Baraja, yang penuh rancu, benalu dan propaganda gincu. Qaul nya haq, tapi urida bihil bathil. Sebenarnya, mereka ini sedang menyiapkan se-abad runtuhnya Turki Utsmani 2024, dua tahun lagi, pas momentum politik nasional saat itu. 


Baca: Buku Taqiyyudin An-Nabhani Penyebab HTI Haramkan Nasionalisme


Bila sampai negara bangsa bernama Indonesia kocar-kacir tidak stabil seperti Suriah, Irak, Libya, Yaman, gara-gara propaganda komplotan Abdul Qadir Baraja dkk terus diberi ruang, apa yang kita lakukan agar terus bisa bersujud kepada Allah, menyadari diri sebagai hamba-Nya [bukan khalifah saja]? 


Setahu saya, yang langsung mendapatkan gelar khalifah dalam Al-Qur'an (Al-Baqarah: 30) adalah Nabi Adam. Kepada Allah Swt., Malaikat setengah komplain sembari bertanya: "Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu, orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah?". 


Ideologi khilafah memang rodo nganu. Ajaran juangnya adalah bahan baku menuju kerusakan aktivitas sujud di tengah mapannya bentuk khilafah di akhir zaman: negara bangsa, bukan negara agama. Mungkin benar juga dugaan para malaikat itu. [badriologi.com


Flashdisk Ribuan Kitab PDF

close
Iklan Flashdisk Gus Baha