Foto dan tabel rinci tentang karakter dakwah empat gawagis yang ternyata mampu melumpuhkan lawan-lawan NU, baik di darat maupun udara (internet/medsos). |
Oleh M Abdullah Badri
GUS Muwafiq, Gus Baha, Gus Nadir, Gus Ulil adalah nama-nama yang penulis sebut sebagai ikon dakwah milenial yang cukup melumpuhkan lawan-lawan para pendakwah yang selama ini menggunakan isu hijrah dan bid'ah sebagai jargonnya tanpa tim manajemen peofesional, berjalan natural tapi tetap konsisten serta mengakar di "medan dakwah" masing-masing.
Kehadiran empat gus (gawagis) di belantaran dunia dakwah cukup menghenyakkan kelompok yang selama ini gandrung menebar kebencian dan ekstrim dalam mengamalkan politik agama sebagai janji-janji kosong khilafah.
Uniknya, meski tidak pernah disatukan dalam sebuah forum laiknya komunitas lucu-lucuan (garis lurus) yang pernah menggelar pertemuan seolah resmi, gawagis itu seolah bertindak secara berirama, beriring, dan saling melengkapi serta tidak pernah saling menghujat di mimbar publik. Indah cara beliau semua berdakwah. Berikut uraian lengkapnya.
1. Gus Muwafiq (45 tahun)
Beliau ini rajin muter menghadiri undangan pengajian hingga ke desa-desa. Jumlah undangan ngaji Gus Muwafiq kadang mencapai 400an jadwal dalam sebulan. Tema yang diungkap dalam pengajiannya dominan soal sejarah ke-Nusantara-an, ke-NU-an, dan Kebangsaan, serta bisa diterima oleh semua kalangan. Baik urban kota, elit akademisi maupun orang desa, yang biasa disebut santri Ya Karim.
Tema ngaji Gus Muwafiq hampir sama dengan tema pengajian yang diangkat oleh Maulana Habib Luthfi bin Yahya, yakni mahabbah, nasionalisme dan kerukunan. Sebagaimana halnya KH. Said Aqil Siradj yang juga sering membincang tema kasatuan nasionalisme dalam spririt agama, peradaban, kebudayaan dan kebhinnekaan.
Baca: Cerita Gus Muwafiq Setop Kesaktian Para Pendekar “Pasukan Berani Mati” Gus Dur
Di tangan Gus Muwafiq, tema-tema berat soal sejarah Nusantara bisa membangkitkan kesadaran bersatu sebagai bangsa Indonesia yang besar bisa disampaikan dengan bahasa yang ringan dan mudah diterima, tanpa harus bernostalgia dengan khilafah ala Hizbut Tahrir yang jelas ahistoris, degradatif dan bertolak belakang dengan masa depan kerukunan umat manusia di dunia, antar nusa dan bangsa.
Di kalangan elite NU, Gus Muwafiq sudah selesai dan bisa dianggap sebagai ikon muda yang banyak diikuti maqalah-maqalah tuturnya oleh para kiai. Di kalangan elit politisi negeri ini pun Gus Muwafiq juga sangat berpengaruh mengingat latar belakangnya sebagai ajudan Gus Dur saat masih menjadi Presiden RI ke-4.
2. Gus Baha' (49 tahun)
Gus Baha' jadi ikon dakwah milenial setelah ratusan audionya viral tanpa diminta, di Youtube. Ratusan ribu kali rekaman ceramah ngaji Gus Baha' didengarkan, sebagaimana video Gus Muwafiq yang juga ditonton jutaan kali tanpa manajemen khusus yang dibayar profesional dan tanpa hak cipta sebagaimana ustadz-ustadz sebelah, yang bila Anda mengambil videonya saja harus kena copy right dahulu.
Bahasa-bahasa kitab kuning yang serius, utamanya yang bertema tasawwuf, tauhid serta fiqih, di tangan Gus Baha', sungguh sangat bisa dimengerti karena kekayaan khazanah intelektualnya, yang puluhan tahun memang menekuni bidang tafsir, ushulul fiqih, sejarah serta kitab-kitab langka yang jarang dikaji oleh kalangan pesantren maupun lainnya.
Bila Gus Muwafiq mudah diundang acara pengajian umum, Gus Baha' tidak demikian. Tapi rutinitas ngajinya di intenal pesantren, baik di Narukan, Kajen, Kudus maupun Yogyakarta, selalu dihadiri ratusan orang, direkam, dan disebarkan oleh para santri.
Baca: Kiai Said: Kita Syukuri, Saya dan Gus Baha' Keturunan Mbah Asnawi dan Mbah Mutamakkin
Hanya kalangan elit santri Jawa saja (atau pernah mondok di Jawa) yang bisa memahami bahasa-bahasa Arab khas pesantren yang selalu keluar dari momentum Gus Baha' ngaji. Murid kinasih KH. Maomoen Zubair yang diakui kepakaran Ilmu Tafsirnya oleh Habib Quraish Shibah ini jadi rujukan santri yang beberapa tahun terakhir acap salah tafsir menangkap ekstrimisme sikap soal jihad, fanatisme beragama, khilafah, dan ribuan tema lainnya.
Sepertinya, Gus Baha' adalah sosok ikon gus yang bisa menjinakkan nalar ekstrim, liberal dan ngawur dari mereka yang tidak memahami utuh ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits, terutama kalangan santri yang hanya berpegangan pada teks turost. Pendapat-pendapat Gus Baha' acap menghentak dan berbeda, tapi selalu sulit dibantah karena kualitas ilmunya yang mutabahhir (nyegoro/meluas).
3. Gus Nadirsyah (46 tahun)
Berbeda dengan Gus Muwafiq dan Gus Baha'. Gus Nadirsyah Hosen memiliki cara sendiri dalam melawan metode dakwah ekstrim. Karena berlatar profesor akademis, Gus Nadir lebih memilih giat menulis untuk menyampaikan gagasan penecerahannya. Dan itupun di medan medsos, utamanya di Twitter, yang akhirnya sering dikutip oleh media online.
Di tangan Gus Nadir yang juga Rais Syuriah PCI NU New-Zeland Ausi itu, ideologi ekstrim dan radikalisme bisa diurai dengan referensi teks yang kaya dan mudah dilacak. Analisa tulisannya sering viral menyebar ke beberapa grup WhatsApps dan medsos karena Gus Nadir, bagi penulis, adalah sosok yang konsisten menulis untuk tebar Islam moderat. Utamanya kalangan akademisi, urban kota, yang masih terpapar paham radikal dan ideologi khilafah.
Baca: Berpikirlah Sebelum Menentukan Keputusan (Resensi Buku Saring Sebelum Sharing)
Kiai muda yang sangat dekat dengan KH. Mustofa Bisri tersebut sering menjadi bahan bullyan warganet karena ketegasannya dalam menyampaikan pesan-pesan nubuwwah di Twitter. Gus Nadir sering mengomentari status-status pemilik akun Twitter terkenal, yang suka menebar kebencian. Hal yang tidak pernah dilakukan baik oleh Gus Muwafiq maupun Gus Baha'. Kedua gus terakhir ini jarang aktif di medsos dan memang fokus ngaji di darat. Serangan udara kepada NU acap dibantah oleh Gus Nadir, diikuti oleh komunitas cyber NU lainnya, (seperti dutaislam.or.id) yang kemudian ikut berjama'ah di barisan Gus Nadir.
4. Gus Ulil (52 tahun)
Sejak menggelar Ngaji Ihya' di Facebook, Gus Ulil yang juga cucu KH. Muhammadun Pondowan Pati ini mendapat respon baik dari netizen. Tiap ngaji live streaming, yang ikut nonton secara online sangat banyak. Bila ceramah Gus Muwafiq terdokumentasi dalam Youtube juga, Gus Ulil tidak demikian.
Tidak banyak kalangan akademisi yang berani menggelar ngaji secara online menggunakan kitab. Pasalnya, untuk membaca kitab sekelas Ihya', sang qari' harus kelar masalah perangkat dan alat bacanya. Jika Gus Baha' ngajinya rutin di pesantren, Gus Ulil rutin ngaji di akun Facebooknya dengan sasaran warganet dan kalangan akademisi. Sama-sama ngaji kitab, tapi lahan dakwah antara Gus Baha' dan Gus Ulil berbeda.
Keberhasilan dakwah Gus Ulil sebagai ikon akademisi milenial membuat dia sering diundang untuk ngaji Ihya' di kampus-kampus. Ini adalah pemandangan sangat langka sebelum ada Gus Ulil. Kampus biasanya hanya menggelar seminar, lokakarya atau penelitian. Di tangan Gus Ulil, akademisi kampus bisa diajak ngaji kitab tawawwuf, fan ilmu penting untuk bersikap moderat, tidak fanatik buta dan tidak ekstrim.
***
Meski berbeda latar belakang keluarga, pendidikan serta penguasaan ilmu dan massa, keempat gus itu memiliki karakter yang sama, yakni sama-sama tidak mengampanyekan Islam yang radikal, dan selalu mengajak guyon, baik di ceramahnya (Gus Muwafiq dan Gus Baha') maupun di tulisannya (Gus Nadir dan Gus Ulil).
Kalimat mengajak agar "biasa-biasa saja" (tidak mudah heran) menyikapi munculnya fenomena baru, selalu meluncur dari keempat tokoh gus tersebut, meski ketika mereka semua ditemukan ada banyak hal yang tidak disepakati, karena latar belakang yang berbeda. Mereka semua tidak adalah dzurriyah orang-orang shalih dan bukan santri anyaran dari pesantren kemarin sore.
Masing-masing ilmu agama dari mereka semua ditempuh dengan tirakat ngaji yang tidak berhenti hingga kini, meski masing-masing juga akhirnya dikenal dengan karakter berbeda. Ada yang dikenal dominan sebagaii akademisi (Gus Nadir), santri intelek tulen (Gus Baha'), akademisi-santri (Gus Baha' dan Gus Ulil), santri aktivis (Gus Muwafiq), dan lainnya.
Baca: Jika Islam Nusantara Masih Menjajah Pikiran Anda
Gagasan-gagasan santai keempat gawagis sering melumpuhkan ide-ide ustadz urban yang digandrungi kelompok hijrah milenial. Wajar jika banyak ustadz yang dulunya moncer dan diikuti, kini tenggelam seiring terus bertambahnya masyarakat santri yang makin sadar kehadiran penting NU sebagai jamaah dan sekaligus jamiyyah ijtimiyyah dan siyasiyyah.
Kiai-kiai kalangan NU, yang kanginan, dan terpapar kadung memuji kelompok radikal, lambat laun terhuyung ke luar arena jihad dakwah karena tidak memiliki basis massa yang jelas kecuali di medsos. Sekali, para gawagis di atas populer bukan karena manajemen media, tapi karena memang dibutuhkan oleh zamannya.
Perbedaan target dakwah, konten dakwah dan persamaannya antara Gus Muwafiq, Gus Baha', Gus Nadir dan Gus Ulil. Daftar tabel di atas disusun oleh M Abdullah Badri, 21 Juli 2019. |
Penulis mencukupkan empat gawagis di atas bukan bermaksud mengerdilkan peran gus-gus muda lain, semacam Gus Yusuf Khudlori, Gus Miftah, Gus Azzam, Gus Nadhif, Gus Ubaid, Gus Ghofur, Gus Rijal Mumazziq dan lainnya.
Penulis mencukupkan keempat gus tersebut di esai ini karena mereka sudah kadung jadi ikon, yang terlanjur viral memiliki massanya sendiri, dan penulis mengenalnya secara pribadi meski tidak semuanya mengenal penulis. Popularitas mereka bukan tujuan. Ada yang lebih mulia dari itu semua, yakni, menunjukkan bahwa Islam adalah agama rahmah untuk semua. Tidak ada satupun dari gawagis tersebut yang anti tasawuf. [badriologi.com]